Samar-samar masih teringat materi kelas pra nikah yang sempat aku ikuti selama 3 bulan di awal tahun 2017, itu kira-kira 1,5 tahun sebelum menikah. Memang sejak doi bilang kalau mau serius aku mulai mencari bekal kehidupan pernikahan. Kenapa? Ya karena aku ga ada pandangan sama sekali. Harapan terbesarku adalah kelak keluarga kecil ini bukan hanya sekadar hidup tanpa arti tanpa manfaat.
Saat hari pembukaan, didatangkan penghulu dari KUA setempat. Beliau berkata berdasarkan data bahwa perceraian meningkat setiap tahunnya, ada juga fakta bahwa pernikahan anak di bawah umur dengan segala alasannya masih banyak terjadi. Ngeri? Jelas. Itulah kenapa Beliau mendukung penuh kelas pra nikah diselenggarakan, sebab kehidupan setelah pernikahan tidak hanya suka namun banyak juga duka. Yang harus digarisbawahi adalah pernikahan adalah ibadah terlama, jika shalat saja kita butuh persiapan apalagi hal sakral seperti pernikahan.
Setelah menjadi raja dan permaisuri dalam satu hari, kita dihadapkan pada realita kehidupan bahwa perjuangan baru saja dimulai. Ombak dari depan, belakang, kanan, kiri, atas dan bawah siap menerjang. Jika nahkoda tidak memiliki peta arah tujuan yang jelas maka bahtera hanya akan terombang-ambing tanpa tujuan. Jelas, nahkoda tidak mampu berjuang sendiri, ia butuh dukungan dari kru kapal yang memiliki satu misi mencapai pulau harapan.
Laki-laki dan perempuan memiliki sifat dan karakter yang berbeda, ini menjadi salah satu pemicu konflik di dalam pernikahan. Misalnya; ketika sudah menikah lelaki merasa tenang jika istrinya ada di pandangannya. Tak banyak kata cinta terucap lagi sebab menurutnya bekerja keras mencukupi kebutuhan keluarga adalah bentuk tanggung jawab dan rasa cinta. Berbeda dengan istri yang masih memerlukan banyak ungkapan cinta dan pengakuan dari suaminya.
Dalam kasus ini, bapak penghulu menyarankan kepada kami - peserta kelas pra nikah - yang semuanya adalah perempuan untuk beraksi terlebih dahulu. Kalau misal kita ingin dipeluk ya ga perlu ribet kasih kode, langsung aja peluk duluan, eeeaaa. Jangan ada gengsi diantara kita.
Kelas demi kelas aku ikuti, disetiap sesinya banyak hal yang bikin takjub. Ternyata benar, kehidupan setelah pernikahan itu rumit apalagi jika kita tidak punya ilmunya. Setidaknya jika mengikuti kelas pra nikah kita siap dengan segala kejutan yang pasti datang nantinya, untuk jalan keluarnya tentu saja komunikasi adalah kunci.
Aku lupa siapa pemateri kelas waktu itu, yang aku ingat beliau berpesan untuk meluangkan waktu bulan madu di awal pernikahan, itu penting bahkan kalau bisa wajib dilaksanakan, hhee.
Dengan melakukan perjalanan berdua bersama pasangan kita memiliki waktu untuk saling mengenal satu sama lain, selain itu kesempatan indah ini nantinya bisa menjadi kenangan yang menguatkan ketika terjadi konflik, meredam amarah yang membara dengan mengingat betapa cinta pernah hadir dengan begitu “mewah”.
Ini baru bahas dua orang aja ya suami dan istri, nah nanti kalau udah ada anak… beuuuhh, makin menyala, hhaaaa.
Hamil dan memiliki anak juga bukan hal sembarangan, segalanya perlu perencanaan dan kesiapan. Ini berhubungan juga dengan perencanaan keuangan keluarga.
Jujur… selama mengikuti kelas aku jadi mikir, ini pernikahan dengan segala polemiknya kok bisa ya pemerintah ga ngadain kelas pra nikah?
Katanya sih, denger-denger, nanti ketika kita mengajukan pernikahan ke KUA maka kita akan diberi wejangan tentang pernikahan. Nyatanya, tidak ada! Dulu aku cuma ngasih syarat-syarat, cocokin tanggal, udah. Lah… dimana wejangannya?
Denger-denger juga katanya di Aceh, kelas pra nikah wajib diikuti oleh semua calon pengantin. Tapi… ya aku ga tau, kalau semisal benar maka beruntung sekali warga Aceh.
Kelas pra nikah yang aku ikuti berada di Solo, diinisiasi oleh Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Benih. Semoga Bu Vida Robi’ah dan tim diberi kemudahan dalam segala urusan kebaikannya. Entah bagaimana kalau beliau tidak membuat kelas pra nikah ini.
Ini adalah poster kelas pranikah, kalian bisa baca sendiri materi yang disampaikan. Luar biasa… alhamdulillah aku bisa ikut.
Aku sangat-sangat berharap jika kelas pra nikah diadakan di setiap kota, mewajibkan setiap calon pengantin untuk ikut serta. Sebab keluarga adalah pondasi dasar negara, jika setiap keluarga memiliki pijakan yang kuat maka akan tercipta negara yang hebat.
Eh betewe, di kota teman-teman ada kelas pra nikah ga nih? Cerita dong.
Posting Komentar
Posting Komentar