Ibu dua anak, itulah aku sekarang. Jauh meninggalkan kampung halaman demi mengikuti suami, melepas karir agar bisa mendampingi tumbuh kembang buah hati. Bahagia? Tentu saja, banyak waktu yang bisa dihabiskan tanpa sedikitpun terlewat perkembangan si kecil, selalu siap sedia di rumah menyambut suami pulang kerja.
Empat tahun lalu, aku mendampingi suami wisuda S2 di kampus. Menjalani kehidupan pernikahan dengan hidup sederhana di rumah kontrakan, lebih dari cukup dengan penghasilan suami sebagai guru honorer.
Rezeki setelah menikah itu benar adanya, kini alhamdulillah suami telah menjadi ASN. Lebih dari itu karir beliau tak hanya sebatas guru mengajar di dalam sekolah namun sudah menjadi pembicara di berbagai acara baik formal maupun non formal.
Aku sebagai istrinya tentu bangga, namun tetap saja ada hal yang mengganjal setiap suami cerita tentang teman-teman barunya yang menanyakan pekerjaan aku.
Suami berterus terang bahwa aku ibu rumah tangga yang sering menulis, dia mengatakan itu dengan bangga walau banyak yang mengira bahwa aku juga pastilah seorang guru.
Semakin melejit karir suami semakin membuat aku dilema, akankah posisiku membuat suami malu? Atau jangan-jangan aku nih yang baper kalau sedang dibicarakan oleh teman-teman suami?
Iya, memang tidak bisa dipungkiri kalau aku yang malu. Rasanya tidak pantas disandingkan dengan suami yang kini tengah cemerlang dan menjadi salah satu guru yang diandalkan di sekolah.
Pernah beberapa kali suami menawarkan untuk membiayaiku kuliah lagi, iya ini buntut dari aku yang sering bilang kalau merasa rendah diri. Tapi mengingat masih memiliki dua bocil rasanya akan sulit membagi waktu.
Lalu aku harus apa?
Setelah lama kurenungkan ternyata memang paling benar jika menekuni hal terdekat. Menulis.
Jika dilihat dari nominal rupiah yang pernah kuhasilkan memang jumlahnya fantastis, tak beda jauh dengan gaji suami. Namun hal itu belum cukup membuat diri merasa patut dibanggakan.
Meningkatkan kualitas diri, mengasah kemampuan menulis dengan banyak mengikuti pelatihan online dan menjadi penulis yang mulai melebarkan sayap. Tak hanya sekadar menulis namun juga namanya dikenal secara profesional. Agar kelak saat mereka bertanya apa pekerjaanku, suami bisa menyebut namaku dengan bangga dan mereka sudah banyak mendengar diluar sana.
Kini… waktunya bertatih-tatih memantaskan diri agar pantas bersanding dengan suami yang karirnya terus melejit cemerlang.
Posting Komentar
Posting Komentar