Wajahnya sembab, air mata menggenang dan sejak itu aku jatuh cinta yang sebenarnya pada Aa.
***
Setiap wanita tentu akan berbunga-bunga kala lelakinya menjanjikan pernikahan, pun begitu dengan aku. Ada gemuruh dalam dada yang susah dikendalikan setiap kami membahas pernak-pernik pesta, juga detak tak menentu saat terlintas bahwa sebentar lagi akan bersama selamanya, insya Allah.
Aku percaya pada Aa namun tak bisa dipungkiri bahwa belum seutuhnya menyerahkan hati, cinta tentu saja, itu merupakan salah satu alasan mau menerima pinangannya.
Lalu?
Entahlah, mungkin sifat melindungi diri untuk tak tersakiti menjadi alasan dibaliknya. Jarak ratusan kilometer jelas berarti banyak hal terlebih bisa saja di sana Aa menemukan gadis yang lebih segalanya dari aku. Jadi sekuat tenaga menahan diri.
Singkat cerita akhirnya ijab qobul selesai dilaksanakan, Bapak melepas anak gadisnya dan harus tulus menyerahkan kepada lelaki yang berani memintaku dari beliau. Haru menyeruak, lega luar biasa namun cinta itu belum hadir sepenuhnya.
Sebelum pindah ke Bandung, kami memilih Yogya untuk memulai kisah baru dan di sinilah benih rasa itu tumbuh.
Aa memutuskan untuk menelepon mamah yang lebih dulu kembali ke Bandung sembari menunggu pesanan kami, sebentar saja percakapan itu berlangsung hanya bertanya kapan sampai Bandung lalu ditutup dengan doa-doa baik dari seorang ibu.
Aa meletakkan gawainya lalu menatapku, menyadari ada perubahan sikap dari gadis yang kini sah menjadi istrinya.
"Adek kenapa?"
Aku menggeleng.
"Sedih?"
Kembali kepalaku memberi isyarat, 'Tidak.'
"Mau pulang?"
Jawaban yang sama untuk ketiga kalinya, dan yaah inilah permasalah awal setiap pengantin baru, komunikasi. Rasa sungkan terhadap pasangan memang wajar apalagi masih ada rasa ingin menunjukkan yang baik-baik saja, namun justru ini akan memerumit keadaan. Lebih baik sampaikan agar tak berlarut dan menimbulkan masalah baru.
Setelah melewati waktu singkat dengan rasa tak nyaman tibalah kami di hotel. Aa memandangku sekali lagi, meminta penjelasan dan aku masih diam saja.
"Dek, sedih aku ajak ke Bandung?"
Paham benar Aa bahwa aku adalah satu-satunya anak Bapak yang tidak pernah merantau, tidak pernah lama jauh dari rumah berbeda dengan keempat saudaraku yang masing-masing pernah atau sedang mandiri di tanah perantauan.
...
"Mau di sini lama?"
...
"Aku tuh sayang banget ke Adek, ga mau buat Adek sedih."
Lekat aku menatapnya, menikmati setiap untaian kata yang keluar dari bibirnya lalu menyadari bahwa wajahnya sembab, air mata menggenang dan sejak itu aku jatuh cinta yang sebenarnya pada Aa.
Dalam hati aku bersorak gembira, bisa saja Aa marah atau mungkin membentakku namun kenapa ia memilih untuk menangis?
Cesss.... jantungku memompa lebih cepat, darah terasa mengalir deras lalu aku memeluknya erat.
"I love u", bisikku lembut.
-------
Cuka (Curahan Hati Keluarga) adalah kategori baru setelah Aa mengambil alih tanggung jawab atas hidupku. Layaknya keluarga, cuka yang rasanya asam itu menjadi komponen penting sebelum menyantap empek-empek.
Posting Komentar
Posting Komentar