Hallo, baca kata resign pasti erat banget hubungannya sama kerja yah? Yup, memang aku mau menulis tentang itu, dan yang pasti berhubungan dengan judul utama. Ini kisah nyata, jadi aku ngerasa kayak waah banget, kalau kalian engga berarti aku kurang greget nulisnya, hhee.
Menjelang pergantian tahun 2018 ke 2019 teman kerja aku curhat kalau dia mau keluar kerja, alasannya jarak rumah-kantor yang jauh. Ya, meski dalam hati berontak ga mungkin dong aku mencegahnya, lagian alasannya tepat. Kasian sih liat dia sudah harus siap satu jam sebelumnya, belum lagi malamnya masih harus melanjutkan kuliah, perjuangan kan?
Maka dengan menahan gemuruh dalam dada aku mengiyakannya.
Berlalu lah idul fitri 1440 H atau bertepatan dengan bulan juni 2019 saat kita bertemu kembali di tempat kerja setelah libur lebaran. Lupa? Ohh tentu tidak, bahkan dia sudah memasukkan lamaran via email ke beberapa perusahaan. Aku cuma mengangguk dan sedikit basa-basi semoga sesuai dengan harapannya.
Ditinggal teman kerja itu nyebelin ga sih? Iya sih, pasti perusahaan akan segera mendapatkan gantinya dan itu berarti harus adaptasi lagi juga ngasih tahu kerjaan secara kita senior, duh males. Ada dua alasan utama, yang pertama aku sudah berencana resign bulan september, kedua adalah kekhawatiran akan nasib perusahaan. Kan jelas ga boleh kita keluar barengan dong? Belum lagi pasti akan sangat timpang jika perusahaan ditinggal dua karyawan yang memegang peranan penting. Nah loh.
Bingung, sedih, gundah gulana, ga tahu harus gimana, pengen nangis.
Berdoa ajalah. Berdoa apa? Intinya aku yang harus resign duluan di bulan september dan perusahaan tidak kehilangan dua karyawan pentingnya.
Ga tahu gimana yang penting yakin. Berdoa tiap hari, tiap ada ingatan tentang hal ini, saat dia cerita kalau dipanggil wawancara, ketika pusing mikirin nasib perusahaan. Di rumah, di tempat shalat kerjaan, di atas motor waktu pulang kerja, di ruang produksi, di dalam kantor. Pokoknya banyakin doa. Entah gimana. Aku yakin selalu ada jalan keluar lewat doa.
Debar jantung semakin kencang kala dia bertanya tentang calon perusahaannya, ya mungkin saja dikira aku mengerti, kan aku lebih dulu terjun ke dunia kerja jauh sebelum dia. Aku jawab, sesuai pengalaman. Sembari berdoa, doa yang sama.
Akhir pekan sebelum juni berakhir, satu per satu dari kami dipanggil atasan. Kabar bahagia untuk semua karyawan.
Lalu esok harinya, dia ... iya rekan kerjaku berkata untuk menunda resign dengan alasan kabar bahagia dari atasan. Dia ingin menikmati dulu kenaikan gaji dari pimpinan.
Aku tersenyum... mengucap syukur dalam hati, legaaaa. Allahu akbar. Allah mengabulkan segala pinta.
Berdoa saja, selalu ada jalan keluar yang tidak kita duga, ada rezeki dari arah tak disangka, juga kelapangan hati menerima segala keputusan, sebab yang terjadi pastilah atas ijin Illahi.
Posting Komentar
Posting Komentar