Shalat adalah ibadah penting, tiang agama yang akan dihisab pertama kali. Itulah sebab kenapa Nabi SAW mewanti-wanti umatnya untuk menghadirkan hati ketika mendirikan shalat. Masalahnya kita ini jangankan shalat, suruh baca buku aja susah fokus, betul? Eh apa cuma aku aja?
Teringat kisah tentang sahabat Nabi SAW, Ali bin Abi Thalib saat diuji shalatnya. Beliau menjanjikan akan memberikan sorban jika Ali ra berhasil khusuk dalam shalatnya, boleh memilih warna biru atau merah. Nah, Ali ra menjalankan shalat dengan khusyuk, menurutnya. Lalu setelah selesai segera ia menyebut salah satu warna sorban karena yakin lolos dari tantangan Nabi SAW.
Apa kata Nabi SAW?
Ternyata Ali ra belum khusyuk dalam shalatnya sebab masih memikirkan hal lain, ini terlihat jelas saat Ali ra sudah memutuskan sorban apa yang hendak dipilihnya.
Siapa yang meragukan keimanan Ali ra? Jika Ali ra saja masih belum sepenuhnya khusyuk dalam shalat lalu bagaimana dengan kita?
Susah memang mencapai khusyuk itu, terlebih di kepala kita masih berputar urusan duniawi yang tiada habisnya. Seperti pengalaman yang belum lama ini.
Sekitar pukul 18.00 WIB aku sudah bersiap di dalam mushola stasiun, hendak menjalankan shalat magrib, tenang saja sebab jadwal kereta masih pukul 18.30 WIB. Namun tetiba ketenanganku terusik ketika terdengar dari pengeras suara bahwa kereta yang akan membawaku ke Jakarta sudah tiba di stasiun. Bersamaan dengan itu iqamat dikumandangkan dengan cepat. Ingin hati shalat munfarid namun apa daya sudah berada di tengah shaf makmum yang saling berdempet di dalam mushala kecil ini.
Alhamdulillah, imam membaca surat pendek seolah mengerti keadaan hati kami yang tidak tenang. Di dalam otak aku sudah menyusun rencana sehabis magrib segera masuk gerbong. Shalat isyanya bagaimana? Nanti gampang lah bisa di dalam gerbong atau di stasiun tujuan, sebab jadwal tiba belum menemui waktu shalat subuh.
Namun yang akhirnya tidak seperti itu. Tak lama usai salam imam segera beranjak berdiri kembali, ahh pasti ini jamak shalat isya. Baiklah, semoga tidak lama-lama, hatiku sudah tak tenang mengingat waktu yang cukup lama berlalu sejak pengumuman dari pengeras suara terdengar. Alhamdulillah ternyata imam meng-qashar shalat isya. Menjadikan yang empat dua. Segera, tak ada dzikir, tak ada doa, aku beranjak memasuki gerbong kereta.
Taraaa....
Kereta berangkat sesuai jadwal yang tertera. Memang datang lebih awal namun menunggu di stasiun hingga tiba saatnya untuk kembali berangkat.
Aku? Maluu... Astaghfirullahal 'adzim... ampuni hamba Ya Allah.
Bagaimana tentang pahala shalatku tadi? Wallahu 'alam.
Sebenarnya lebih banyak hal lagi yang aku pikirkan sedari shalat tadi, seperti tuntutan kepada pihak KAI jika sampai aku ketinggalan kereta karena tidak sesuai jadwal.
Baiklah, banyak hal yang bisa diambil pelajaran dari setiap pengalaman. Terharu aku terhadap imam shalat, aku berfikir mungkin beliau juga salah satu penumpang kereta yang menunggu waktu keberangkatan. Beliau memahami betul tentang syariat islam yang memberikan keringanan bagi musafir untuk mendirikan shalat wajib. Aturan menjamak dan mengqashar shalat juga surat-surat pendek yang menjadi pilihan.
Dan ... sombongnya aku yang berlalu begitu saja, meninggalkan tempat sujud tanpa lebih dulu meminta perlindungan dari Yang Maha Kuasa. Terlupa bahwa sembilan jam perjalanan berada dalam genggaman-Nya.
Tak boleh terlena, ini menjelaskan tentang ilmu yang belum seberapa, saatnya menyadari untuk terus mempelajari, syariat-syariat islam itu mudah dan dengan berpegang teguh padanya ketenangan juga kenyamanan baru akan didapat.
"Sesungguhnya seseorang ketika selesai dari shalatnya hanya tercatat baginya sepersepuluh, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, separuh dari shalatnya." [HR. Abu Daud no. 796 dan Ahmad (4/321), dari 'Ammar bin Yasir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadist ini hasan.]
Kalau saya ada di posisi itu mungkin sudah mikir ke mana-mana pas sholat hehe, terima kasih Kak remindernya 🙏
BalasHapusFiuhhh.... Ga karuan tuh pasti. Tapi emang yah. Selalu aja ada alesan, dasar manusia. Yuk ahh bebenah.
BalasHapusKalau saya juga udah mikir ngga karuan hehe
BalasHapusKalau aku juga udah mikir ngga karuan hehe
BalasHapusAku juga pasti mikir yang aneh2 kayanya
BalasHapusSangat menyentus dan inspiratif artikelnya.
BalasHapus