Aku tidak pernah suka menginjakkan kaki di rumah sakit terlebih lorong panjang yang menyatukan bangsal-bangsal dengan para pasien di dalamnya seolah membisikkan aura kesedihan yang menyesakkan.
Para petugas medis dengan seragam putih-putih bergerak gesit dari satu tempat ke tempat lainnya, bermacam benda memenuhi genggaman, infus, rak makan, baskom berisi air, sapu, pel dan beberapa lainnya yang aku tak tahu penyebutannya.
Romeo berhenti di kamar nomer 7 setelah sebelumnya bertanya di bagian informasi, pelan ia mengetuk pintu lalu perlahan wanita setengah baya menyambut kami yang dengan cara apa pun senyumnya tak mampu menyembunyikan luka.
Aku mencium takzim punggung tangan beliau, mengikuti Romeo yang berbisik bahwa wanita itu adalah ibu Gilang. Kami mendekati ranjang dengan tubuh yang tergolek lemah di dalam selimut. Demi melihat mata itu terpejam aku membekap mulut, menahan gemuruh agar tak luruh.
Ibu Gilang tersenyum, mengelus pundakku dan mempersilahkanku duduk, "Ini temen sekelas Gilang ya?"
"Iya, Tante," ucapku mencoba tersenyum.
"Gilang di sekolah bandel ya?"
Kali ini usaha beliau untuk tertawa sedikit memperbaiki suasana hatiku.
"Enggak kok Tante, keseringan main sama Romeo aja jadi agak jahil, hhee."
Orang yang kusebut namanya melotot, lalu nyengir lebar.
"Gilang itu anak baik, dia cuma kurang dapet perhatian dari Tante."
Wajah beliau yang mulai terlihat garis keriput di sekitar mata kembali sendu, Romeo dan aku diam mendengarkan.
"Dulu, segala kasih sayang terlimpah untuk Gilang, dia menjadi pangeran kecil yang bahagia hingga adiknya mengambil tiba-tiba semuanya, secara bersamaan. Perhatian tante."
Aku mencoba mencerna cerita beliau, tak memberikan sedikitpun komentar, Romeo mengangguk kecil, sepertinya ia sudah mendengar cerita ini sebelumnya.
"Usianya sepuluh tahun saat adiknya lahir, perhatian tante jelas terkuras untuk anggota keluarga baru kami, Gilang tidak siap, dia masih terlalu kecil untuk mengerti betapa adiknya belum bisa melakukan apa-apa tanpa belas kasih orang lain, hingga suatu hari Gilang menghilang..."
Napas beliau tercekat, aku mananti kelanjutan cerita.
"Seharusnya dia tiba di rumah seusai pulang sekolah, tapi hingga menjelang sore tak ada tanda-tanda keberadaannya, kami pikir dia main tapi tante merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Yahh, firasat seorang ibu tidak pernah keliru."
"Gilang kemana, Tante?"
Akhirnya aku bersuara, tidak enak jika percakapan ini hanya satu arah saja. Romeo tidak bisa diharapkan, ia terus saja menatap ke satu titik, berharap mata yang terpejam itu perlahan terbuka dan mengatakan bahwa ini hanya pura-pura.
Wajah Ibu Gilang tersenyum menatapku, "Gilang ada di atas pohon kelapa."
Mulutku terbuka.
"Iya, Tante juga tidak habis pikir. Lucunya lagi dia mengaku tidak bisa turun karena takut ketinggian."
Setelah itu sekuat tenaga Tante berusaha membagi perhatian untuk kedua anak Tante, memperkenalkan adiknya yang butuh kakak untuk mengajaknya bermain, menemani belajar Gilang hingga akhirnya mereka menjadi dua pangeran yang menyegarkan dunia Tante.
Cerita itu selesai, Ibu Gilang tersenyum, aku tak habis pikir, Gilang, banyak hal yang tak kuduga.
"Nah Romeo..."
Romeo tersentak mendengar namanya di panggil.
"Apa ada masalah di sekolah?"
Romeo menggeleng cepat, aku menunduk.
"Untuk apa Gilang melakukan ini semua?"
Romeo kembali menggeleng, aku menunduk semakin dalam.
"Baiklah, Tante ralat, untuk siapa Gilang melakukan ini semua? Adakah seseorang yang ingin dicari perhatiannya oleh Gilang?"
Tangan Romeo perlahan terangkat, menunjuk ke arahku, aku semakin tak berani bergerak.
Ibu Gilang merangkul pundakku, "Apa anak Tante menyakitimu?"
Aku menggeleng lemah.
"Gilang anak yang baik, dia tidak akan mungkin menyakiti orang lain, kecuali tentu saja Romeo, hhee."
Suasana mencair, aku tahu Gilang baik.
"Boleh Tante titip satu hal?"
Romeo dan aku menatap Ibu Gilang, menunggu titah.
"Titip Gilang yah."
Aku menatap tubuh itu, tak ada pergerakan, "Ibu tak perlu khawatir."
Itu jawaban dari Romeo sementara aku masih membeku, kali ini aku yang berharap bahwa Gilang akan terbangun dan tertawa terbahak-bahak sebab kami berhasil masuk perangkap.
Gilang baik kok hihi
BalasHapusRomeo.. Romeoo... oh Romeo... *saya berasa jadi Juliet yg lagi menanti sang kekasih dari balik jendela..
BalasHapusLanjutkan...