Adikku yang tengah mematut di depan cermin melirikku geli.
"Kayak setrikaan, mondar-mandir," ujarnya.
"Mamah kemana sih?"
"Ke rumah Mbah Karno," jawabnya menyebutkan nama salah satu tetangga kami.
Hemm.. Terlalu berbelok jauh, aku melirik jam, kemudian memutuskan, "Bilangin mamah aku berangkat ya."
Adikku mengangguk.
Kawan, desaku indah dan masih asri. Jika saja tak ada bangunan milik *seseorang* itu kalian akan mampu melihat jelas ke arah barat, Gunung Merapi dan Gunung Merbabu berdampingan, berdiri gagah berwarna biru. Lalu alihkan pandanganmu ke timur, Gunung Lawu meski lebih jauh juga terlihat menawan.
Cuaca pagi ini cerah, dan kalian benar-benar bisa melihat gambar nyata dari goresan anak-anak Sekolah Dasar tentang dua Gunung, sawah terhampar dan juga rel kereta api.
Ituu... Mamah...
Berdiri di tepi sungai dengan sepeda anginnya. Berbincang dengan seseorang yang separuh kakiku terbenam di dalam lumpur.
Aku berhenti, "Mah, salim."
Mamah tidak mendoakanku beliau malah berujar, "Lihat gunungnya Ni, bersih banget ya."
Aku tersenyum, "Boleh main kesana, Mah?"
Ternyata mamahku tak mendengar, tetapi tetanggaku terkikik. Aku mengulangi hal yang sama.
"Ga boleh, hujan gini, cuaca ga menentu."
Tetangga tertawa keras, aku tersenyum, hhii.. Siapa yang memulai?
Jangaaaan naii naik ih masih hujan. Tunda dulu naik gunungnya
BalasHapusEmang kak Ciani kerja di gunungnya??
BalasHapus