Kesempatan
kali ini aku ingin ngrasani yang
dalam bahasa indonesia berarti ngomongin orang. Wanita
ini hobi bertualang dengan motor pribadi, ia memilih untuk
mengendarai sendiri kuda besinya, menolak tawaran dari kaum adam yang
ingin menjaganya.
“Kenapa?”
saat sahabat wanitanya bertanya.
“Menjaga
hati kami masing-masing,” begitu jawabnya.
Sampai
saat ini sudah banyak medan yang ia tempuh, membuatnya sedikit lebih
piawai mengendalikan laju kendaraan. Bahkan ia hapal dengan letak
lubang menganga saat deras hujan memburamkan mata minusnya, Tuhan
Maha Baik.
Sore
itu tidak hujan, cerah berawan, jalanan tidak terlalu ramai,
kombinasi yang tepat untuk menikmati perjalanan pulang kerja. Terpaan
angin basah menjadi isyarat untuk tak membuka kaca helm jika ingin
kacamata terjaga.
Seperempat
perjalanan sudah terlewati namun ada sesuatu di depannya yang
tiba-tiba menurunkan drastis kecepatan berkendaranya. Jaket itu? Lalu
nomer polisi itu? Sepertinya kenal. Setelah beberapa detik
menggabungkan memori hasilnya adalah pengendara di depannya adalah
bapaknya sendiri.
Beliau
berjalan santai dengan kardus berisi kue kering diikat di belakang.
Biasanya beliau akan titip untuk membelikan kue tersebut pada wanita
itu tapi memutuskan untuk membelinya sendiri sebab akhir-akhir ini
anaknya pulang selalu larut, toko jelas sudah tutup.
Baiklah,
wanita itu adalah diriku sendiri, hhii.
Biasanya
waktu yang dihabiskan dari tempat kerja sampai rumah sekitar dua
puluh menit, namun dengan bertemu bapak di lima menit pertama mungkin
bisa dua kali lebih lama di jalanan.
Aku
mengikuti irama bapak yang melaju 40km/jam, terkadang 50km/jam dan
sangat jarang jarum spedometer menyentuh angka 60. Jika aku bertemu
dengan teman di jalan maka pasti sejenak berbincang, melaju dengan
kecepatan sedang lalu pamit untuk mendahului. Ini bapakku, hhee.
Tidak mungkin.
Jadi
aku tetap di belakangnya, mendendangkan lagu untuk mengusir kantuk.
Beliau tersenyum menyadari
aku berada di belakangnya saat kami terjebak truk pasir yang berjalan
lambat. Dan aku berhasil melakukan misiku.
Misiku?
Iya,
aku hanya ingin bapak tahu bahwa di jalanan anak gadisnya tidak
kebut-kebutan, dengan begitu beliau akan tenang. Begitupun dengan ibu
yang selalu memandangiku hingga menghilang di jalan raya setiap
berangkat kerja. Kecepatan sedang aku hadiahkan agar cemas tidak
menggelayuti beliau.
Tapi
jika aku sudah lepas dari pandangan beliau maka jelas kecepatan akan
aku tambah, tenang saja aku tetap akan berhati-hati, kekuatan jiwa
muda juga fokus yang terjaga masih mampu mengontrol kecepatan tinggi,
lagian juga ga ngebut kok, masih wajarlah. Maklumi saja kekhawatiran
orang tua yang menyayangi kita.
Sederhana
bukan? Tahan ego sejenak. Meninggalkan rasa nyaman saat raga kita
jauh dari orang tua semoga membuat mereka tidak berlebih dalam
kekhawatiran.
Sama Mbak Cian... aku juga kek gitu, kecepatannya rendah kalo ada keluarga yang liat... hehe
BalasHapusOooo bapak tho...
BalasHapusJangaaaaan ngeeeeebut. Nakal
BalasHapusJangaaaaan ngeeeeebut. Nakal
BalasHapusTuch .... dimarahin Aa Gil khan???
BalasHapus