Ada
sekitar empat ekor kerbau yang sedang merumput tiga ratus meter di
depan kami, mungkin sebentar lagi mereka akan tergeser oleh anak-anak
yang sibuk mengerubungi satu bola untuk menembakkannya masuk ke dalam
gawang. Coba berpikir untuk mengeluarkan rayuan, dalam anganku
seperti ini,
Aa tahu
ga, apa bedanya kerbau yang di sana dengan Aa?
Apa?
Kerbau
itu merumput di alun-alun, kalau Aa menetap di hatiku
Ngga nyambung, guyonan gagal total. Sudah terlalu biasa di
dengar, bukan hal baru lagi.
Aku menengadahkan kepala, mendongak mencari inspirasi dari arakan
awan putih yang membentuk wajahmu, eh, tidak-tidak pasti Aa akan
menyindirku karena telah mencuri lirik dari penyanyi cantik
favoritnya, Raisa.
Ekor mataku menangkap bahwa Aa sama sekali tak bergerak, jagung serut
beserta es jeruk ia abaikan. Heeeem, tumben ia tak berminat dengan
makanan, setauhuku hasrat ingin mengunyah sama besar dengan
keinginannya berkenalan denganku dulu, hayoo ngaku aja Aa, iyakan?
Buktinya repot-repot ngajak keliling bandung.
Telapak tangan kiriku menutup mulut, menahan cekikikan yang bisa
membuat rancu suasana.
Duh, terlalu lama menghabiskan waktu. Eemmm,
“Aa kita disini sampai malam ya?”
Sunyi, tak ada respon, menengokpun tidak. Jangan-jangan tidur lagi,
eh bukan matanya masih menerawang jauh, pasti kangen rumah, iyalah Aa
kan anak mamah.
“Temani aku menanti seseorang yang begitu penting dalam hidupku”
“Seseorang yang menerangi gelap kesendirianku dalam harap”
Eh, aku salah langkah, pasti Aa mikir kalau aku sedang membicarakan
Kak Frans, duh.
Hisss... gemas juga melihat tingkahnya. Aku beranjak untuk duduk di
depannya, mengajak duel untuk memecahkan kesunyian yang menyiksa ini.
Siapapun yang keluar menjadi juaranya bukan masalah penting, mencoba
adalah langkah awal untuk mengetahui itu semua.
“Aa ngga tahu pasti aku sedang membicarakan siapa, kan? Ahh
sudahlah. Aku bantu untuk menjawabnya”
“Jika bumi punya matahari maka akupun punya Aa....”
Sengaja tak kulanjutkan kalimatku, sejauh ini berhasil sebab
perhatiannya mulai beralih kepadaku, mungkin ia menunggu untuk
menertawakan kegagalanku, tak apa, tak peduli.
“......sesuai nama yang diberikan kedua orang tuamu, Gilang yang
berarti cahaya adalah sosok yang sejak tadi aku bicarakan”
Segera setelah itu aku menutup mata, menunggunya menertawakan
gombalanku terlebih sebuah sentuhan di hidungnya yang membuat malu,
duh kenapa hal terakhir harus aku lakukan? Angin yang berhembus
memaksaku membuka mata perlahan dan mendapati kemenangan atas aksi
diamnya. Senyum itu hadir lagi.
Untung
tadi aku tidak melibatkan kerbau yah :)
Hahaha. Kerbaunya ngga ada
BalasHapuscie cie
BalasHapusFrans? Macam kenalpun...ihm..uhmm..
BalasHapusKasian kerbaunya tidak jadi dilibatkan... 😂😂😂
BalasHapus