Genangan air membuat pedih namun aku tak ingin menangis didepannya,
sudah terlalu sering.
“Beneran deh Mei, aku ga bermaksud buat kamu cemburu.”
“Tadi siapa?”
“Temen kerja.”
Aku mengangguk. Sepuluh menit dianggap tidak ada demi berbincang
dengan seorang teman kerja? Baiklah.
“Abis ini kita jadi nonton kan?”
“Jadi dong.”
Malam berlalu dengan canda tawa, Arfi membuat guyuran dingin air
langit menjadi hal teromantis yang tak kan pernah terlupa, seolah
berkata bahwa akulah satu-satunya yang ia limpahi kasih sayang.
Menggenggam erat tanganku menembus gelap malam dibawah payung
berlogokan bank swasta. Tangan kirinya yang bebas merangkul pundakku,
memastikan tak ada jarak sedikitpun. Lembut suaranya mengalun merdu
menembus gendang telingaku,
“Mei....”
“Iya?”
“Mungkin besok aku pulang terlambat.”
“Kenapa?”
“Tasya menjadi wakil kantor dalam menghadiri seminar internasional
tentang peningkatan tenaga kerja.”
“Lalu?”
“Ia memintaku untuk mengantar pulang sebab jarak hotel tempat
seminar dengan rumahnya yang lumayan jauh, tidak mau jika diantar
sopir kantor, tidak nyaman katanya. Boleh ya?”
Kenyataan
bahwa dia tidak benar-benar mengindahkan perasaanku membuat segalanya
jelas.Cukup sudah.
T_T
isss jahat gakpeka y ahahaha
BalasHapusDuuh..sabar ya Mei..
BalasHapusga pekaaaa
BalasHapusSudah buang saja si arfi itu mei.. 😁😁😁
BalasHapusHehehe.. Cembekur...
BalasHapus