Yang diajak
bicara melirik, mengangkat bahu, tak memperdulikan.
“Hei,
menurutmu apa kurang kita hingga diabaikan seperti ini?”
Kembali
menghela napas, temannya ini sedang sensitif sepertinya.
“Dan kau
juga tak mengindahkanku”
Nah kan
benar.
“Kau
terlalu naif, biarkan saja ia pergi toh masih banyak yang akan
berkenalan denganmu lagi”
“Tapi
sebelum ia bertemu dengan dua bocah lelaki itu, bukankah kita sudah
dalam genggaman?”
“Hey
tidak usah kecewa seperti itu, lihat teman-teman kita bahkan hanya
dilewati tanpa dilirik sedikitpun”
“Tunggu,
apa aku kalah dengan dia yang penuh dengan beragam warna?”
“Mungkin
kau lebih kucel”
“Sebab
lebih banyak tangan yang menjamahku, pembuatku tak kalah keren dengan
yang lain, bedah aku maka banyak keistimewaan khas yang tak ada pada
yang lain”
“Kau itu
cerewet sekali, diam lah”
“Aku cuma
butuh penjelasan”
Yang
ditanya diam, tak berkomentar, asyik mengamati orang-orang dengan
kesibukannya masing-masing.
“Heeiiii....”
Pura-pura
tidak dengar, baru kali ini bertemu dengan teman yang berisik sekali
bahkan mudah sakit hati, payah.
“Aku
bosan hanya berdiam diri disini, aku ingin menjelajah ruang dan
waktu, aku ingin melihat banyak mata terpana, terpesona, berkhayal
dan berimajinasi bersamaku”
“Heeiiii....
dengarkan aku”
Seolah tak
diajak bicara, tak ada sedikitpun respon yang ditunjukkan untuk kawan
gilanya itu.
“Baiklah
aku akan bertanya langsung padanya”
Tentu hanya
sebuah lirikan atas pertanyaan yang baru saja terlontar.
“Aku
benar-benar akan bertanya langsung pada orang yang mengabaikanku dan
justru memilih satu dari yang lain, kubuat ia menyesal telah
melakukan ini padaku”
“Lakukan...
lakukan saja sesuai keinginanmu”
Mata itu
berbinar, mendapat dukungan dari teman satu nasib.
“Baik,
aku akan memperjuangkan nasib kita”
“Lakukanlah
hal yang menurutmu benar. Tapi jangan terkejut jika setelah itu kau
akan dilempar atau dibakar”
“Kejam
sekali bicaramu”
“Kau
pikir apa yang akan dilakukan manusia mendengar sebuah buku
melayangkan protes, hah?”
Sebuah
tangan mengambil buku yang tergeletak di atas meja, meletakkannya
diantara buku yang sejak tadi tak henti berbicara dan buku yang tak
selera untuk menanggapi curahan hati kawannya.
Ruangan
perpustakaan sebentar lagi akan tutup, lampu telah dimatikan,
pendingin ruangan tak lagi berfungsi, tak ada suara. Saatnya
buku-buku berdoa semoga esok akan ada yang sudi untuk membawanya
pulang.
Suara hati para buku.
BalasHapusAyo baca buku!
semoga suatu hari buku2 itu ngga demo minta keserataan gender ma e book yah..
BalasHapus