“Ayolah
kak, masak nemenin sepupu sendiri males gitu”
Mimik wajah
yang kubuat seperti berpikir keras semakin membuat bocah kecil di
hadapanku gemas.
“Ya
sudah, sana pulang lagi ke Jakarta”
“Ciee
jagoannya ngambek nih?”
“Tau ahh”
Senyumku
mengembang, mungkin dalam beberapa tahun lagi bocah ini tak akan
merajuk padaku. Usia dewasa akan membuatnya dipenuhi berbagai
aktivitas pencarian jati diri terlebih memiliki teman-teman sebaya
yang lebih asyik.
“Baiklah,
kakak ikut. Tapi berjanjilah satu hal padaku”
Deretan
gigi putih rapi ia tampilkan, seolah membaca pikiranku, “Paling
kakak mau dianter bersepeda ke Balekambang kan?”
“Oke,
Deal”
Sabtu pagi
pukul 7 rombongan karang taruna desa Gelbar telah berkumpul di depan
kantor kepala desa, sebanyak dua bus akan mengantarkan kami piknik ke
Jogja. Sebagai timbal balik atas lelah setelah sukses menjalankan
segala program kerja selama setahun yang lalu.
Pukul 9
kami tiba di destinasi pertama, pantai dengan pasir putih dan ombak
yang lumayan tinggi. Itulah mengapa penjaga pantai melarang kami
untuk berenang. Jadilah kami bermain-main di sepanjang pantai saja.
Menyewa motor tiga roda, berselfie ria atau sekedar menikmati air
kelapa muda yang menyegarkan. Tak ada kuda disini seperti jika kita
berkunjung ke pantai parangtritis.
“Kau
mengajak kakak untuk apa?”
“Entahlah,
aku merasa bakal terjadi sesuatu disini”
Ahh
bicaranya seperti anak dewasa saja, dasar bocah, “Apa maksudmu?”
“Tidak
tahu kak”
“Ohh,
jadi kau takut?”
“Jangan
meledek, aku hanya ingin ditemani”
“Lagian,
masih SMP sudah mau gabung sama karang taruna dicuekin kan tuh”
“Kakak
apaan coba, tuh Calista baru SD juga ikut kan”
“Ooo,
pahamlah aku kau rupanya naksir sama dia. Hey, kulaporkan ayahmu”
“Iisshhh...”
Aku kembali
memenuhi memori kamera dengan apapun yang menarik untuk diabadikan,
sesekali terdiam menikmati debur ombak yang terdengar indah, semilir
angin pantai yang basah juga pemandangan sibuk orang berlalu lalang.
Hingga tak kusadari bocah kecil itu berlari cepat ke tengah pantai,
hey apa yang ia lakukan? Bukankah dilarang untuk berenang? Dasar
bocah bandel.
“Lintaaang......”
Ia tak
menoleh, hey bocah kau melakukan hal berbahaya. Aku berlari untuk
menariknya saat kusadari teman-teman karang taruna panik.
“Ada
apa?” tanyaku pada putri
“Calista
hilang, kami semua sedang mencarinya”
Kepalaku
reflek menoleh ke tengah laut, mencari sosok lintang yang baru
sebentar hilang dari pandangan mata. Tidak kutemukan, tenang jangan
terbawa keruh suasana. Perlahan aku menelusuri pinggiran pantai,
lirih mulutku berdoa untuk keselamatan Lintang, nihil.
Ketakutan
menyelimuti seluruh tubuhku, ada rasa cemas hingga membuatku gemetar.
Lintang, kamu dimana?
Firasat
buruk menghampiri, tentang ucapannya di pinggir pantai tadi,
mungkinkah ini? Buru-buru aku menepisnya, tidak boleh berpikir
macam-macam. Suasana pantai sangat kacau, beberapa penjaga pantai
ikut terjun mencari, mereka dengan pelampung berjalan ke tengah laut,
yang lain dianjurkan untuk mencari di sekitar bibir pantai saja.
Ayah
Calista beberapa kali mencoba untuk mengikuti penjaga pantai, namun
para pemuda karang taruna berhasil menahannya. Hingga beliau terduduk
lemas, pasrah terhadap apa pun yang terjadi.
Sungguh aku
pun ingin ikut ke tengah laut mencari Lintang, bocah itu tanggung
jawabku. Apa yang harus aku katakan pada om dan tante jika terjadi sesuatu padanya?
Baiklah aku akan melapor juga.
Baru saja
aku akan melapor, tubuh kecil itu muncul dari tengah laut dengan
menggendong seseorang di punggungnya. Calista!
Penjaga
pantai menurunkan Calista, mengantikan Lintang untuk menggendongnya,
sedangkan Lintang sendiri menolak untuk digendong, bocah itu memang
berlagak sok dewasa.
Ayah
Calista menyambut kedatangan anaknya dengan sukacita, digendong,
diciumi, di cek satu persatu bagian tubuh kuyupnya. Setelah Calista
mengatakan tidak apa-apa maka barulah Ayahnya berhenti.
“Calista
main kemana, Nak?”
“Tadi
Calista diajak sama dua orang Yah, mau panggil Ayah mulut Calista di
tutup. Calista takut”
“Tenang
ya nak, sudah sama ayah sekarang”
Kini, semua
orang mengerubungi Lintang, bocah kecil yang juga kuyup itu
menceritakan bahwa ia melihat Calista bersama dua orang lelaki
dewasa, satunya memakai jubah putih dan berjenggot panjang sedangkan
yang satunya ia tak mampu melihat dengan jelas hanya yakin
menggunakan sorban yang juga berwarna putih.
Calista
saat itu menjawab ingin mencari ayahnya, tapi arah ke tengah laut
menimbulkan kecurigaan dalam diri Lintang. Secepat kilat ia melesat
menarik lengan Calista tapi kedua lelaki dewasa itu tak mau
melepaskan. Dengan keyakinan kuat ia membaca ayat kursi sepenuh jiwa,
dan kedua lelaki dewasa itu tak nampak lagi. Barulah tersadar bahwa
hampir saja keduanya tergulung ombak jika penjaga pantai tak segera
menolong mereka.
Pertanyaan-pertanyaan
lain bermunculan, aku terpaksa menghentikan semuanya, tak tega
melihat Lintang menggigil seperti itu. Kuajak ia untuk ke kamar
mandi, berganti pakaian.
“Hai
jagoan, ayat kursi itu apa?”
Bocah
tengil itu melongo menatapku, tak bersuara, menepuk pelan keningnya,
lalu meninggalkanku yang masih termangu di depan pintu kamar mandi.
Mungkin
ayat kursi itu sebuah mantra suci, ahh belajar dari mana bocah kecil itu.
Yang aku tahu tentangnya hanya tukang azan di masjid kampung setiap
waktu salat tiba. Nanti pasti kupaksa ia untuk menjawabnya.
Pantai Baru
– Jogjakarta, 30 Oktober 2016
-------++++-------
Allah,
tidak ada lagi Tuhan selain Dia. Yang Maha Hidup, yang terus-menerus
mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya
apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat
memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang
di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia
kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar. (2:255)
Aih..serius ini.nyata??? Aku dari.pantai baru semester kemarin..yang foto kupakai cover fb sebelum ganti...
BalasHapusserius kak, minggu kemarin ada korban. anak kecil :(
HapusPantai mana de? Ih, aku jd inget pernah ngalami sadar nggak sadar, merinding jd nya
BalasHapusPantai Baru, Jogjakarta mbak lisaa.. Emang gitu. Penjaga warungnya sendiri bilang klo ad penunggunya.
HapusIh bener Nih peristiwa De ?
BalasHapusIyaa...
HapusIyakah...ngeri..kalau kisah nyata
BalasHapus