Rapat pagi ini terasa berbeda. Tidak ada Kak Frans dengan sejuta ide
cemerlangnya, juga senyum aneh yang tiba-tiba ia lemparkan saat aku
tertangkap basah sedang meliriknya, padahal atasan sedang hikmat
menunjuk-nunjuk papan tulis dengan broadmarker warna merah.
Kesibukanku di dalam kantor melupakan sejenak ketiadaan Kak Frans,
pun kegiatan-kegiatan setelah pulang kerja yang cukup menyita waktu
hingga malam mengantarku terlelap sampai fajar menyingsing. Seingatku
baru beberapa hari Kak Frans benar-benar menghilang dari hidupku dan
terselip rindu saat tak ada kabar apa pun darinya.
Sikapku yang tak perduli pada apa pun seringkali membuat Kak Frans
jengkel. Selalu saja setiap jam makan tiba pasti pesan darinya
bertandang ke ponselku. Untuk makan siang Kak Frans harus memastikan
dulu ada nasi yang terhidang di depanku baru dia akan keluar mencari
makan. Aku sudah berulang kali mengatakan untuk tidak perlu menjadi
alarmku, risih juga diperlakukan begini.. baiklah Kak Frans
gadis kecilmu ini sudah tumbuh dewasa.
“Aku mengingatkanmu bukan karena kamu lupa makan, tapi karena kamu
sering telat makan. Paham?”
Aku menunjukkan wajah kesalku dan berlalu sebelum Kak Frans
melanjutkan ceramahnya tentang penting memenuhi kebutuhan nutrisi
guna menjaga kestabilan tubuh. Aku sudah hafal.
Oya, aku yang jadi anak perempuan kenapa pula Kak Frans harus
mengingatkan untuk mandi lepas pulang kerja? Biasanya yang iniaku
abaikan beralih mengerjakan modul-modul lain. Modul yang Kak Frans
berikan jika ia pulang dari seminar atau perkumpulan-perkumpulan
penting dengan komunitasnya.
“Calon ibu itu harus pintar, memiliki keahlian juga dilarang untuk
berhenti belajar. Jadilah guru terbaik bagi anak-anakmu kelak.”
Aku menurut.
Dan tentang mandi di malam hari, Kak Frans kadang harus menelponku
jika pesannya tidak berbalas.
“Jangan mandi terlalu malam, kata dokter tidak baik untuk
kesehatan.”
“Ok aku mandi sekarang.”
Telpon di tutup dan kembali berkutat dengan ilmu baru yang siap untuk
disantap. Kak Frans kan tidak tahu ini, hhii (jaga rahasia yah...)
Pernah suatu hari terlihat jelas aku tidak semangat di kantor.
Laporan menumpuk dan hanya menjadi pemandangan di atas meja. Setengah
hati mengerjakan data yang tidak bisa ditunda lalu kembali sibuk
mondar-mandir berkeliling. Ada rasa jenuh dengan rutinitas yang
selalu sama, mengulang hal-hal yang hapal di luar kepala, hingga
berakhir dengan tidak melakukan apa pun sampai waktu pulang tiba.
Aku
antar pulang?”, tawar Kak Frans
“Motorku?”
“Besok
pagi aku jemput.”
Deal. Kak Frans mengantarku pulang. Namun sebelum itu dia mengajakku
untuk berhenti di pinggir jalan, duduk di atas tikar menikmati es
kelapa muda dengan lalu lalang kendaraan di depan kami. Tak ada yang
memulai pembicaraan sampai aku berniat untuk mengadu.
Kak Frans menoleh ke arahku, tersenyum, menyeruput es kelapa muda
gula jawanya lagi dan kembali menatap jalan raya yang mulai sepi. Eh,
apa ia bisa membaca pikiranku?
“Habiskan
minumanmu, kita pulang.”
Aku mengangguk.
Esok paginya ada kejutan saat aku tiba di kantor, mawar putih tertata
rapi di sisi meja kerjaku. Aku tahu ulah siapa ini. Aku tahu betul.
Segera aku ambil ponsel dan menelpon Kak Frans. Tidak diangkat. Coba
lagi. Tidak tersambung. Sekali lagi. Ponselnya mati.
Siang aku belum juga bertemu Kak Frans tapi mbak Sri memberikan
ransum makanan kepadaku, “Titipan dari mas Frans, mbak.”
Nasi goreng sosis dengan siraman telur bebek, ini makanan kesukaan
Kak Frans.
“Mbak Sri, Kak Frans dimana?”
“Sepuluh menit yang lalu sama bapak (sebutan untuk atasan kami)
pergi mbak, ke Surabaya katanya,”
Tidak ada kejelasan hingga malam menjelang. Aku masih berusaha
menahan mata untuk membaca novel pemberian Kak Frans dua hari yang
lalu. Getaran ponsel menyentakkanku dari imajinasi liar tentang buku
di gengaman.
“Haii
gadis kecil”
Pesan dari Kak Frans, segera aku mengetikkan balasan yang super
panjang.
Kenapa
meletakkan bunga di atas meja kerjaku? Kenapa tidak memberikan
sendiri makan siang kepadaku? Kenapa ponselnya mati? Kenapa....
Namun hanya satu kata yang akhirnya terkirim, “Dimana?”
“Di Surabaya”
“Balik
Solo kapan?”
Setengah jam berlalu dan tidak ada balasan. Sudahlah, Kak Frans
orangnya aneh, suka sekali mematikan ponsel jika sedang berada di
acara-acara penting tanpa memperdulikan bagaimana jika terjadi
sesuatu dan harus menghubunginya.
Hari selanjutnya tak juga ada komunikasi antara aku dan Kak Frans.
Muncul praduga yang tidak semestinya. Harusnya Kak Frans bisa
menghubungiku setelah seminar selesai, sebelum tidur atau saat
sarapan pagi. Tunggu, siapa yang mengharuskan?
Baiklah.. perhatian yang selama ini Kak Frans berikan aku acuhkan
begitu saja, aku anggap angin lalu, tidak berarti. Kini saat
perhatian itu terbang, bekasnya masih kentara meninggalkan jejak yang
tak tampak oleh mata namun membekas dalam relung jiwa. Aku kehilangan
seseorang yang rela menomor duakan dirinya sendiri hanya untuk
menjadikanku nomor satu dalam hidupnya.
Hingga rapat dengan atasan pagi ini. Aku masih belum melakukan
komunikasi lewat apa pun dengan Kak Frans, dan ini pekan kedua sejak
ia meletakkan mawar putih untuk memberikan semangat padaku.
“Mbak Ci, mawarnya mau saya bersihkan?”
“Jangan dulu mbak Sri, meja saya masih penuh kertas.”
Mbak Sri berlalu, aku menangkap ekor matanya melirik ku sebelum
keluar ruangan. Mungkin ia tahu aku tetap akan mempertahankan mawar
putih ini meskipun satu persatu kelopaknya jatuh dan menghitam.
Terngiang kalimat saat Kak Frans mengantarku ke rumah waktu itu.
“Kamu
ga papa, De?”
“Memang
ada gerakan tubuhku yang salah hingga membuat Kak Frans khawatir?”
“Aku
tahu kau lelah, aku tahu fokusmu terpecah. Maka dari itu aku selalu
memberimu semangat, karena aku ingin gadis kecilku ceria seperti
sedia kala.”
Ada genangan air di mataku kini, sesuatu yang tidak boleh terjadi
jika di hadapan Kak Frans, satu-satunya orang yang mengerti tanpa
perlu aku mengatakan apa pun.
Lirih aku berbisik pada mawar putih yang mulai layu, “Kak Frans,
dimana kamu?”
Kok aku cemburunya yah ke frans
BalasHapusHahaha...Gilang apa Kak Frans dik ci
BalasHapusHahaha...Gilang apa Kak Frans dik ci
BalasHapusKak Frans hilang ingatan. Nama sebenrnya nychen gilang
BalasHapusRusuh.... Rusuuuhhhh...
Hapus