Lupa
kapan tepatnya aku mulai terhanyut dengan rutinitas yang menghabiskan
waktu produktifku. Bertahun-tahun disibukkan dengan hal yang diulang
sama setiap harinya. Hingga ada sesuatu dalam hati yang datang saat
perenungan tegah malam. Aku bosan.
Bosan
dengan hal itu-itu saja; bangun tidur, pergi kerja, pulang kerja,
sebentar belajar lalu tidur. Enam hari dalam satu pekan. Di hari
minggu aku memilih untuk memanjakan diri dengan tidur siang, nonton
tivi, baca novel, makan, tidur sore. Malamnya ada ke-engganan untuk
menyambut hari senin.
Bagaimana
dengan keluar dengan teman?
Itu
termasuk dalam daftar kebosananku. Teman-teman memang sering protes
sebab biasanya akhir pekan selalu ada waktu untuk mereka namun aku
mengelak dan beralasan untuk beristirahat. Aku lelah, tidak...
tepatnya aku bosan.
Beberapa
teman bahkan mengajukan
penawar bosan yang beberapa waktu mulai aku abaikan. Menikmati
ketinggian dengan menyeduh kopi dan menanti hangat sunrise menerba
tubuh menggigil di atas awan misal
atau
menawarkan diri untuk menemaniku berolahraga agar badan bugar dan
pikiran kembali segar. Ada juga yang terang-terangan menanyakan hal
yang bisa membuatku kembali bersemangat. Kuucapkan terimakasih atas
segala perhatian kalian sungguh Allah Maha Baik telah mengirimkan
kalian untuk berada disampingku.
Namun
aku menolak semua niat baik mereka, aku sering melakukan itu. Hafal
bagaimana akhirnya nanti. Kelelahan hingga terlelap lebih cepat dari
biasanya dan akhirnya berjumpa kembai dengan hari senin.
Lalu
apa yang kau butuhkan?
Jangan
tanya aku. Menjadi data analis bertahun-tahun toh nyatanya tak mudah
menganalisa kebutuhan diri sendiri.
Nampaknya
Tuhan masih menginginkan aku untuk melanjutkan hidup dengan penuh
semangat. Minggu pagi Dia mendatangkan solusi dari pulau jawa sebelah
timur. Pagi sekali, dan sungguh aku hanya mengikuti gerakan tubuh
untuk menjalankan peran dalam cerita yang telah dituliskan.
Kami
telah berada di padang rumput dengan bukit-bukit kecil yang
bergelombang. Tiga adik kecil yang menjadi tanggung jawabku berlarian
kesana kemari tanpa memperdulikan panas matahari yang tengah naik.
Arya, anak lelaki yang bertubuh kurus kecil itu bahkan sengaja
menjatuhkan diri dan berguling-guling di atas rerumputan. Adiknya
Yasmin berlari mengekor dibelakangnya tapi ia tak sampai hati
mengotori bajunya dengan mengikuti polah kakaknya.
Satu
lagi adik kecil yang dilihat dari postur tubuhnya lebih besar
dibanding yang lainnya tak ketinggalan mengitari area padang rumput
dengan dua ayunan disana.
Aku
tersenyum melihat mereka dari kursi dan sesekali mengabadikan tingkah
polos mereka. Dan aku tahu apa yang aku butuhkan. Bingo.
Menjadi
anak kecil kembali.
Biarkan
tubuhku tetap seperti ini, namun jiwa dewasaku sengaja aku titipkan
dulu pada alam. Aku membutuhkan jiwa kanak-kanak untuk mampu bergabung
menikmati sekitar tanpa rasa takut pada apa pun.
Mereka
menghampiriku dengan wajah berpeluh dan nafas yang naik turun, kuajak mereka duduk dan menikmati bekal yang ada. Bercerita apa pun,
bercanda dan tertawa. Saat rasa dahaga mereka telah terhapuskan
kembali keinginan untuk berlarian muncul, untuk hal ini aku jelas
tidak akan mengikutinya. Kubiarkan mereka melakukan hal yang disuka.
Saat
aku ditinggalkan ada makhluk kecil lucu nan menggemaskan dengan pipi
tembemnya malu-malu mendekatiku. Dia meloncat-loncat dengan tertawa,
mencoba mencuri perhatianku. Aku lambaikan tangan untuk
mengajaknya mendekat bertepatan pula dengan ketiga adik-adik kecilku
yang berdatangan.
Menyatukan
mereka dengan gelembung sabun yang berterbangan di udara adalah hal
sederhana yang menakjubkan. Ada rasa bahagia melihat mereka tertawa
dan berlomba memecahkannya. Sekuat tenaga dan secepat-cepatnya aku
meniup air sabun ke udara agar mereka tak perlu menunggu.
Lelah
membuat kami duduk sejenak di atas hamparan hijau bak permadani
lembut, baru sesaat mereka sudah berlari ke bagian lain untuk bermain
air bening yang berkilauan ditempa sinar mentari siang.
Menyusul
setengah berlari, aku curiga jiwa dewasaku tengah iri mengintip dari
balik tirai yang mengurungnya dalam rutinitas itu. Tak kuperdulikan,
aku anak kecil sekarang tolong jangan ganggu anak kecil yang sedang
bermain, itu sungguh akan menyakitkan.
Ikan-ikan
kecil berenang menjauh saat kaki kami memasuki area mereka, hingga si
kecil mengutarakan keinginannya menangkap ikan tersebut. Baiklah aku
tahu rasanya berburu ikan di kali. Let me show how to do it.
Kebahagiaan
memenuhi duniaku siang ini, rona-rona gembira mereka melihat ikan-ikan yang
sebelumnya berada di aliran air bening kini sudah dalam genggaman.
Terlebih aku yang tak mampu mengungkapkan semuanya dalam kata, ada
semangat aneh yang mengesampingkan rasa malu untuk terjun ke sawah,
menahan terpaan panas garang mentari, juga menekan rasa lelah hingga
ke dasar.
Perlahan
matahari menenggelamkan dirinya di ufuk barat seiring kembalinya jiwa
dewasaku yang enggan berpisah terlalu lama.
Aku mengajak mereka membersihkan diri untuk selanjutnya bersiap kembali ke timur, sedikit banyak kudengar penolakan untuk pulang namun waktu untuk bersenang-senang telah usai.
Besi beroda empat memperlebar jarak kami, lambaian tangan penuh semangat muncul dari dalamnya. Teriring doa untuk keselamatan kalian.
Ketika sempurna sudah jiwa dewasaku melesak masuk dan menyisakan sedikit tempat untuk jiwa kanak-kanakku, lelah mendera. Aku terlelap dalam senyum yang sulit dilukiskan.
Terimakasih peri-peri kecilku.
--------+++++---------
Mungkin, jika dewasa ini kita lupa caranya bahagia dan menikmati hidup, cobalah memanggil jiwa kanak-kanak kita kembali.
🎶🎶🎶🎶🎶
Bagiku kau bintang
Selayaknya puisi
Tetaplah di sini peri kecilku
🎵🎵by : Sheila on 7
hemm pengenjadi kecil lagi jadinya hahaha
BalasHapusIstri idaman yab ngurus 3 anak aja sanggup
BalasHapusIkut merasakan kebahagiaan dik ci
BalasHapusVery nice :)
BalasHapusDe Ci, jd agak nyambung rasanya dengan punya gilang....hahaha
BalasHapusDe Ci, jd agak nyambung rasanya dengan punya gilang....hahaha
BalasHapus