Hai kawan,
tahukah engkau bagian mana yang paling aku suka ketika mendaki
gunung?
Tiba di
puncak?
Bukan, tiba di puncak hanyalah keberhasilan dalam mengalahkan ego
ketika berbagai suara-suara dari kepala memaksa untuk berhenti dan
memasang tenda secepatnya kemudian tidur.
Lalu?
Aku suka sekali menunggu matahari terbit, sangat suka. Menunggu dalam
diam di depan api unggun sungguh sebuah kesempatan dimana tak semua
bisa menikmatinya, sebagian memilih untuk menghabiskan malam dengan
melepas penat di dalam tenda. Hanya aku dan mungkin sedikit lainnya
yang masih setia menunggu hangat mentari menjalari seluruh tubuh dari
ufuk sebelah timur.
Menatap bola besar yang perlahan menampakkan diri begitu menakjubkan,
hingga cahayanya yang menyilaukan berbisik bahwa mata tak cukup mampu
untuk terus melihatnya. Tanda-tanda dari semesta yang menunjukkan
betapa dunia dan seisinya pasti ada yang mengatur. Begitupun saat
bidadari yang engkau sebut namanya mendengar alunan nada yang kau
cipta.
Kita hanya menjalankan peran dimana alur cerita sudah dipersiapkan
dengan apik oleh Tuhan, betapa aku berulang kali termangu,
Maha Baik Tuhan yang memilihkan peran ini untukku.
Gadis biasa yang kini seolah merasa sempurna saat Tuhan mengirimkan
engkau untuk masuk ke dalam ceritaku. Aku bisa apa? Kenapa engkau
yang dipilih? Kenapa bukan orang-orang terdekatku, teman-temanku atau
siapa pun yang berada disekitarku? Kenapa harus engkau dimana jarak
menjadi penghalang mata untuk bertatap? Aku tidak tahu. Aku hanya
perlu meyakini bahwa setiap ceritaku akan berakhir indah, bukan?
Tentang jarak, Tuhan membuatmu memiliki kekuatan untuk melumpuhkan
setiap prasangkaku selama ini. Berbagai cara kau tunjukkan untuk
meyakinkanku ketika Tuhan berkehendak maka Jarak yang terbentang
bukanlah sebuah rintangan yang menghadang.
Seperti sore kemarin, saat tengah menunggu kabar darimu tiba-tiba kau
berikan hal istimewa yang belum pernah aku dapatkan dari siapa pun.
Saat itulah aku sadar akan kekuatan dasyat tentang sebuah kesungguhan
juga kenapa Tuhan memilihmu untuk menjadi bagian dari ceritaku.
Haii kamu, ada yang salah dari penilaianmu terhadapku. Aku tidaklah
sesempurna bidadari seperti apa yang engkau kata, aku hanyalah gadis
biasa yang kini mampu terbang hingga langit ketujuh meski tanpa
sayap, seolah mendapatkan sekantung bubuk peri yang meringankan
tubuhku dari setiap perhatianmu, karena yang sebenarnya terjadi,
engkaulah yang menjadikanku bidadari.
Oh ya, satu pertanyaan untukmu, bisakah bidadari tersipu?
Bisa tersipu kok hari ini misalkan
BalasHapuscie cie..
BalasHapusSemoga jarak tidak memisahkan kalian ya
semoga di pertemukan sebagai jodoh
ini nyambung sama tulisan gilang yang kapan itu ya mbak wid...amboi...asyik sekali
BalasHapusini nyambung sama tulisan gilang yang kapan itu ya mbak wid...amboi...asyik sekali
BalasHapusMbuh lah, kok aku bacanya senyum-senyum sendiri. Hehhee
BalasHapusMbuh lah, kok aku bacanya senyum-senyum sendiri. Hehhee
BalasHapusAku idem sama April. :D
BalasHapus