Seorang Tuan Putri berdiri di bawah rintik air langit, matanya menerawang jauh ke dalam hutan, ia tak beranjak meski hujan semakin deras. Dedaunan bergoyang mengikuti tiupan angin kencang, mungkin sebentar lagi akan ada topan, namun tak sedikitpun terlihat gerakan yang ia tunjukkan. Ada apa gerangan?
Pada saat
yang sama dari dalam hutan Pangeran Marco muncul bersama rombongan
berkuda kerajaan, seekor kijang dengan panah menancap memberitakan
akan keberhasilan berburu siang ini. Dimana kali kedua Raja Mulia
mengijinkan anaknya untuk berburu. Usia 17 tahun dianggap cukup
dewasa untuk membawa sendiri regu berburu kerajaan ke dalam hutan.
Pengalaman
pertama Pangeran yaitu berhasil membawa dua ekor kelinci selama
seharian, kini pulang dengan seekor kijang pasti akan semakin membuat
ayahandanya bangga. Senyum Pangeran terus mengembang meski rintik
hujan membasahi bajunya juga baju semua regu berburu yang berjumlah
sepuluh orang yang sedari tadi regu berburu tak henti memuji kepiawaian
Putra Mahkota dalam memanah.
Derap
langkah kuda bergemuruh menggoncang seisi hutan, burung-burung kecil
beterbangan saat regu berburu kerajaan melewati wilayah mereka,
hewan-hewan lainnya bersembunyi di balik pepohonan besar menghindar
dari sasaran panah sang pangeran.
Tiba-tiba
Pangeran berhenti mendadak saat dihadapannya kini berdiri seorang
putri kerajaan, sendirian, membiarkan air hujan membasahi seluruh
tubuhnya. Ia mengitari tuan putri tersebut dengan heran. Benarkah
berita yang selama ini beredar, bahwa ada seorang tuan putri kerajaan
yang membeku jika ia menyentuh air hujan? Walaupun bukti tersaji di
depan mata toh hal ini masih sulit untuk dipercaya.
Kasihan
sekali dia, gumam Sang Pangeran.
Parasnya
ayu, jika dilihat dari posisi terakhir sebelum membeku menunjukkan
bahwa perilakunya anggun. Pangeran tahu itu dan seketika jantungnya
berdetak tak menentu saat melihat kedua mata tuan putri yang terbuka,
bola matanya berwarna biru bak berlian dari lautan dalam. Namun,
mengapa tatapannya menyiratkan kesedihan?
“Pangeran...
nampaknya hujan semakin deras, sebaiknya segera kita kembali ke
istana,” salah satu pengawal menyadarkannya dari terkaan-terkaan
tentang tuan putri.
“Pengawal,
apa kau tahu kenapa tuan putri nan cantik jelita ini mendapatkan
kepedihan yang memilukan?”
“Maaf
Pangeran, tuan putri ini mendapatkan kutukan akibat perbuatannya”
“Kutukan?
Perbuatan seperti apa yang kau maksud wahai pengawal?”
“Tuan
putri ini sungguh buruk perangainya, ia mencela hujan hingga langit
memberikan kutukan. Halilintar akan mengelegar lalu kilat menyambar
sebagai tanda kemarahan dan petir merubah tuan putri, menjadikannya
seolah patung”
“Tapi
pengawal, apa yang telah dilakukan tuan putri?”
“Maaf
Pangeran, saya kurang paham. Sebaiknya nanti Pangeran tanyakan
langsung kepada Paduka Raja. Saatnya kembali ke istana. Silahkan
Pangeran”
“Bagaimana
dengan tuan putri ini?”
“Ia akan
kembali seperti sedia kala saat hujan reda. Jangan
mengkhawatirkannya, kumohon khawatirkan saja kesehatan Pangeran,
hujan semakin deras”
Pangeran
Marco turun dari kuda, membungkuk di hadapan tuan putri memberi
hormat kerajaan sebelum dengan berat hati meninggalkannya sendirian
di tepi hutan, dimana hewan buas bebas berkeliaran.
Semoga
tidak terjadi apa-apa padamu tuan putri, lirih Pangeran berdoa
dalam hati.
Sepeninggal
Pangeran dan regu berburu kerajaan, Tuan Putri menitikkan air mata.
Tetesan hangat itu membelah pipinya yang membiru kedinginan. Tak ada
yang tahu apa yang sebenarnya ia rasakan.
Cerita akan
berlanjut di masa yang akan datang....
#LiarkanImajinasi
#Tulisyangbaiksaja
Kaya cerita barbie. oh pangeran marco
BalasHapusWow ..
BalasHapusBaru baca genre beginian.
Ringan tp menarik!
Keren mbk Cili.
Wow,aku suka sekali cerita ini
BalasHapus