Aku
termangu, selalu saja begitu. Saat istirahat seharusnya menjadi waktu
yang berkualitas bagiku dan teman-teman untuk membicarakan hal-hal
lain di luar pelajaran, sesuatu yang menyegarkan dan mampu melepas
penat saat jenuh akan suasana kelas melanda. Semua gara-gara gadis
pindahan asal Bandung itu, huh.
“Kalian
itu kayak ga ada kerjain lain deh”
Teman-teman tak memperdulikan ocehanku. Aldi, Dava, dan Renald tetap melanjutkan perbincangan mereka tentang gadis itu. Berselisih tentang informasi mengenai gadis itu. Jadilah aku tak dianggap karena tak tertarik, ahhh... bagaimana bisa perhatian sahabat-sahabatku yang sudah akrab selama dua tahun ini terenggut oleh pesona anak baru yang masih beberapa bulan mengganti seragam putih birunya menjadi putih abu-abu. Menyebalkan sekali. Ini tidak bisa dibiarkan.
“Pengecut
semua, ga berani ngajak kenalan?”
Aldi melirikku dengan tatapan meledek, “Gila lu, ketahuan ga ngerti banget sih soal Dinda”
Oooohhh jadi namanya Dinda toh. Aldi temanku asli ibu kota yang ikut pindah ke
kampung ini memang terlihat paling mengerti soal informasi apa pun tentang gadis itu.
“Adindaku
itu tidak mudah untuk ditakhlukan kawan,” kali ini Dava anak XII
bahasa yang selalu mampu menyampaikan sesuatu lewat rangkaian
kata-kata indah dan menggoda mencoba mendramatisir.
“Jadi
nama panjangnya Adinda, terus panggilannya Dinda, gitu?”
Gulungan tisuue yang terletak di atas meja kantin tiba-tiba mendarat manis di pelipisku, “Sekali lagi kau pura-pura jadi orang bloon maka mangkok soto ini yang akan aku lemparkan.” Memang mengerikan sekali ucapan Renald, maklum saja ia didik oleh seorang ayah yang menjadi pelatih bela diri di kota ini. Dulu waktu masuk ke sekolah semua penghuni sekolah sudah menjaga jarak apalagi sekarang saat ia sudah menduduki kursi pada tingkat tertua. Tapi sebenarnya ia teman yang paling ringan tangan.
“Kalau
cuma ngliatin doang, sampe lulus kalian juga akan penasaran. Ntar
pada alesan lagi ga mau lulus gegara tuh bocah.”
Kini aku dapatkan semua perhatian ketiga temanku dengan apa yang baru saja keluar dari mulutku. Tapi buru-buru aku meninggalkan kursi kantin dengan kecepatan penuh sebelum apa-apa yang ada di atas meja berpindah posisi.
Aku
harus melakukan sesuatu, semacam hal yang membuat mereka kembali
menganggap ada kehadiranku.
Bersambung.....
hahahahah lucu
BalasHapusdik ci calon mojang Priangan kah?
wkwkwkwkw
Weeehhh... Duh bun, suka nyaut2in deh...
HapusLanjutkannnn....
BalasHapusPastiiii....
HapusInsya Allah ...
HapusWes tak tunggu yo lanjutane
BalasHapusWes tak tunggu yo lanjutane
BalasHapusWoke siap :)
Hapus