"Adik... Bangun yuk, kita shalat dhuhur sama bunda," ucap Kak Nala di ambang pintu kamar.
Iban menoleh lemah, "Ayah belum pulang, Kak?"
Kak Nala tersenyum lalu mendekati adiknya, duduk di tepi ranjang, "Iban mau bilang apa sih sama ayah? Cerita sama kakak dong dik".
Lagi, Iban terdiam.
"Yaudah yuk shalat. Mau kakak gendong?"
Iban menggeleng, kenapa harus ayah yang bisa membantu Iban. Coba kalau Kak Nala bisa, kini mungkin ia sudah tak sedih lagi dan bermain dengan teman-temannya di lapangan bola.
***
Sore itu Iban masih murung, tak ada senyum manja seperti biasanya. Bunda meminta Kak Nala untuk mengajak Iban jalan-jalan sembari menunggu ayah pulang.
Kak Nala sengaja berhenti sesampainya di lapangan tak jauh dr rumah. Lapangan yang tak begitu luas namun seringkali digunakan untuk anak-anak bermain sepak bola. Iban juga suka bermain disini, namun sejak kemarin ia memilih tidak keluar rumah. Mungkin saja bila Kak Nala mengajak Iban kesini, selera bermainnya akan muncul kembali.
"Adik main bola gih, kakak tungguin disini."
Iban mau pulang aja kak, Iban ga suka main bola kaki.
Aneh, sepak bola merupakan permainan kesukaan adiknya tapi kenapa sekarang ia bilang tidak suka? Atau sebenarnya Iban ingin mengadukan pada ayah bahwa ada seseorang yang menakalinya? Itu kenapa hanya kepada ayah ia mau bercerita sebab Bunda dan Kak Nala jelas tidak bisa membalas temannya yang nakal itu.
Harus... Kak Nala harus segera memberitahukan hal ini pada Bunda.
Bersambung...
Duh iban..sini cerita sama kakak kifa boleh loh.. :-)
BalasHapusKaka... Ayska juga mau cerita ama ayah. Tetapi itu tak mungkin...
BalasHapusIban kenapa sayang?
BalasHapus