Klik di sini untuk kisah sebelumnya.
Bangunan
ini berdiri di atas tanah milik negara, pekarangannya sangat luas,
terkesan rapi dengan rumput
jepang
yang terhampar bak permadani, peletakan batu-batu sebagai jalan
setapak menuju pintu rumah seolah sedang berjalan di dalam taman yang
menawarkan keindahan. Tujuan didirikan bangunan ini pun untuk
memberikan harapan baru bagi mereka yang merasa takdir telah
mengambil masa depan, menyisakan suram tanpa cahaya.
Tiga
belas penghuni baru yang kemarin siang baru bergabung terlihat tak
bersemangat mengikuti senam pagi. Mereka terbiasa bangun saat
matahari sudah menyengat karena selalu tidur dini hari. Membersihkan
pekarangan pun dilakukan tak sepenuh hati, penghuni lama masih
sungkan untuk menyapa mereka yang bertubuh penuh tato. Satu-satunya
yang mencolok adalah pemuda tanpa satupun tato yang terlihat, tapi
siapa yang tahu dibalik tubuh berbalut kaos biru toska tersebut.
Barulah
selesai mandi dan berganti pakaian, mereka terlihat lebih segar.
Menikmati sarapan di atas meja besar bersama dua puluhan penghuni
lainnya.
**
“Kak
Alis tidak mau bertemu dengan Kak Frans? hanya ingin memandanginya
dari sini saja?”
Desuu
tersenyum, mendekatkan mulutnya ke telinga Ical, “Aku sedang
mengajarkan sesuatu untuk orang yang sekarang berdiri disampingmu.”
Kira
melirik penasaran, mencuri dengar apa yang dikatakan Desuu. Ia
akhirnya memutuskan untuk menghabiskan waktu-waktu terakhir sebelum
Desuu benar-benar jauh dari pandangan matanya.
Mereka
bertiga meninggalkan tempat yang selama lima tahun ke depan akan
menjadi rumah baru bagi Kak Frans dan teman-temannya. Di panti sosial
itu mereka akan disekolahkan, dibekali keterampilan dan dilarang
keras untuk kembali ke jalanan. Pendidikan mental dan keagamaan
ditanamkan kuat pada tiap-tiap penghuni. Negara menanggung segala
biaya.
Meski
harus lima tahun lagi untuk bertemu, Desuu percaya waktu akan
mengembalikan Kak Fransnya yang dulu. Biar takdir yang menetukan
dimana dan kapan akan bertatap.
Selama
perjalanan ke stasiun, masing-masing tenggelam dalam pikirannya, tak
ada percakapan berarti kecuali saat kernet
bus menanyakan
tujuan pemberhentian.
Langkah
kaki berat melangkah ketika memasuki gerbang stasiun. Desuu menatap
lekat mata bulat Ical, “Aku percaya kau pandai menjaga diri. Terima
kasih telah mempertemukan aku kembali dengan Kak Frans.”
Ical...
ahh pemuda itu tetap saja seperti bocah kecil jika berhadapan dengan
Alis, ia menyeka sudut matanya dengan ujung baju. Sedetik kemudian
matanya berkaca-kaca.
Desuu
menarik napas panjang, ia sudah tak mampu lagi mengucapkan kata
perpisahan untuk Kira.
“Kau
tahu Kira.. awal perjumpaan kita membuatku takut untuk berlama-lama
di dekatmu. Namun ternyata kau sungguh keras kepala. Aku kalah
melawan bisikan hati. Pertemanan lawan jenis tidak mungkin bisa
benar-benar murni, aku sudah merasakan perihnya sejak berusia lima
tahun.”
Satu
helaan napas sebelum Desuu melanjutkan kalimatnya.
“Tak
perlu penjabaran lagi untuk segala yang telah kutunjukkan padamu hari
ini. Sakit akan perpisahan ini bukan hanya kau yang merasakan, aku
juga Ical menderita hal serupa.”
“Desuu,
kau seperti berpidato saja. Panjang sekali.”
Kira
mencoba mencairkan sesak di dada.
“Baiklah,
aku pergi. Terima kasih sudah mengantarku.”
Ical
masih sesunggukan
menahan air mata yang berlomba untuk keluar. Matanya menatap nanar
tas ransel yang bergelantung pada tangan kiri Kak Alis, satu-satunya
orang yang ia anggap kakak yang telah, orang yang telah
mengajarinya cara melawan pedih saat dunia mencaci. Ia tak boleh
merengek, Kak Alis tidak boleh melihatnya lemah. Kini senyum coba ia
hadirkan saat lambaian tangan Kak Alis menjadi tanda perpisahan
mereka.
Kira
terlihat lebih tegar, biar duka ini ia simpan sendiri. Ia akan
menagih “waktu” yang kata orang mampu menyembuhkan setiap luka.
Ia mampu memberikan lambaian balasan sempurna sebelum gadis manis
berwajah sendu tersebut menghilang masuk ke dalam
gerbong
kereta.
Peluit
panjang berbunyi, memperlebar jarak di antara mereka. Sekali lagi,
takdir tetap sebuah misteri. Tak seorangpun tahu apa yang tersembunyi
di baliknya.
TAMAT
Horeeee..tamat juga de
BalasHapusHoreeee..tamat juga de
BalasHapus