Tak
ada yang aneh di rumah Kak Frans, semua terlihat normal. Ya
benar-benar normal. Ayahnya datang menyuguhkan teh hangat dan
beberapa ubi rebus yang masih mengepul. Beliau berbincang denganku
selama sepuluh menit lalu pamit untuk beristirahat. Kak Frans
benar-benar menjadi anak penurut di depan ayahnya.
Pun
tak banyak yang bisa kugali karena selebihnya kami hanya berdiam
diri, menyesap teh perlahan sambil menguliti makanan empuk nan manis
tersebut. Canggung aku menanyakan hal-hal pribadi, takut ayahnya
mendengar. Tiga puluh menit aku mengundurkan diri. Senyum mengembang
di wajah Kak Frans, sungguh begitu teduh.
**
“Desuu,
pusing benar kepalaku. Maukah kau antar aku ke uks sekarang?”
Tatapan
gadis itu penuh selidik, astaga keringat dingin mengucur membasahi
kening. Aku bukan penipu ulung dihadapannya. Tapi akhirnya ia
mengangguk. Sebelum kami meninggalkan kelas, Desuu telah menitip
pesan untuk mengijinkan kami kepada Pak Ario jika beliau datang
nanti.
Aku
merebahkan tubuhku di atas ranjang kecil dengan sprei hijau muda,
merenggangkan otot sebelum memulai percakapan serius.
“Jadi...
apa yang mau kau bicarakan denganku?”
Sungguh
aku lupa, Desuu tahu segalanya hanya dengan membaca bahasa tubuh
orang lain.
“Ini
tentang Kak Frans”
Ia
mengangguk.
“Aku
kemarin bertandang ke rumahnya, sempat mengobrol dengan
ayahnya...”.Sengaja
menggantung kalimat, namun sial Desuu tetap tak merespon.
“Dan
saat pulang aku bertemu dengan Ical.”
Tebakanku
salah besar. Seharusnya saat nama Ical kusebut ia terancam dengan
informasi valid
yang kudapatkan.
“Dengar
Desuu, kau sungguh terlalu berlebihan juga tidak sepantasnya
berkorban sangat besar untuk preman macam dia.”
Desuu
berdiri, menjauhi ranjang lalu menghilang di ujung pintu uks.
Ini
menyakitkan, aku berharap Desuu akan menamparku karena telah berkata
tak sopan tentang Kak Frans atau memakiku bahwa meskipun tuduhannya
benar tak seharusnya aku mengatakan semua itu.
Kuputuskan
untuk sejenak mengistirahatkan jiwa yang lelah, hingga gadis manis
itu muncul kembali. Langkah kecilnya yang pasti mendekati tempat
tidur, wajahnya tak mampu kutebak sedang memikirkan apa. Lirih ia
berbisik, mungkin agar guru piket tidak mendengar.
“Kau
sungguh perlu beristirahat sekarang, temani aku melancarkan aksiku
malam ini.”
Gadis
itu pergi meninggalkanku dengan sejuta tanda tanya. Kali ini apa yang
akan ia lakukan? Tiba-tiba bagaikan ratusan jarum yang entah datang
darimana menusuk kepalaku, pening.
Bersambung...
Aku juga penuh tanda tanya nih
BalasHapuswaah, apa yang akan dilakukan?
BalasHapuswaah, apa yang akan dilakukan?
BalasHapus