10
tahun lalu..
Sendirian...
tubuh kecilku menggigil di balik tembok besar kusam bersama sepeda
mini dengan keranjang depan penuh dengan ilalang. Aku sedang tidak
berlindung dari lebatnya hujan yang mengguyur sejak sore
tadi karena kenyataannya memang aku suka hujan. Keempat temanku
mungkin telah berada di pangkuan masing-masing ibu mereka, menyeduh
teh di dalam rumah hangatnya. Sedang aku? Aku masih terlalu ciut
untuk melewati segerombolan kakak kelas yang terhuyung-huyung lima
ratus meter di depanku, mereka berteriak semakin tak jelas ditelan
suara hujan. Aku masih waras untuk menilai bahwa botol meneral di
tangan mereka bukanlah sesuatu yang murni, aku tak tahu pasti,
mencekam dan membuatku ngeri.
Gelap
sudah sekitarku, mereka tidak juga beranjak. Minuman itu telah
membuat mereka kebal akan hujan, tak membuat kulit mereka keriput
berlama-lama di bawah deras air langit.
Semakin
beradu pendapat dengan hati dan logika, ibu sudah pasti cemas menanti
kehadirannku. Jarak rumah tinggal 800 meter lagi salahkan mereka yang
menghalangi pulangku, ibu... aku takut.
Aku
sudah bersiap di atas sepeda meyakinkan diri untuk melaju, semoga
hujan membantuku mengalihkan perhatian mereka. Mengayuh dengan sisa
tenaga yang ada, merasakan udara dingin yang menusuk tulang juga
menepis ketakutan dari dalam jiwa. Ibu... tunggu aku.
Gubraakkk....
Ilalangku
sudah berhamburan di atas jalan, nyeri pada sisi kanan tubuhku yang
menempel tanah dan kusadari sepedaku berada di atas tubuhku. Terakhir
kuingat aku tak menggubris saat salah satu dari mereka memaksaku
berhenti, ketika aku tak menyetujuinya yang lain mendorong sepedaku.
Terdengar
tawa seram dari mereka yang melihatku terjerembab,
mengelilingiku. Gigiku gemeretak menahan dingin yang seolah
membekukan segalanya, juga rasa simpati mereka. Hingga seseorang
menyeruak membelah barisan dan berdiri di hadapanku.
Dia
mengedarkan pandangan kepada satu persatu
temannya, menunjukku dan berteriak, “Ini anak Pak RT, jangan
macam-macam kalian. Biarkan dia pulang.”
Timbul
dengungan yang menyatakan ketidaksetujuan namun tak ada bantahan. Aku
berdiri sendiri, kembali mengayuh sepeda dan melaju dengan kekuatan
penuh tanpa menoleh kebelakang. Rasa legaku belum diijinkan sebab
dibawah pohon beringin besar tak jauh dari tempatku kini lelaki yang
menolongku berdiri seorang diri. Bagaimana bisa dia berada disitu?
Adakah jalan lain untuk mendahuluiku? Yang terpenting mau apa dia
disana?
Gelisah,
ragu, bimbang bercampur bersama letih yang mendera. Tak mungkin
kembali kebelakang dengan gerombolan mahkluk yang mengerikan itu,
namun tak ada keyakinan untuk maju mendekati sosok yang tak juga
kukenali.
Mulutku
merapalkan segala macam doa yang telah diajarkan ibu, mengesampingkan
makna sebenarnya,
biarsaja..
kata ibu doa adalah senjata dan sekarang aku butuh senjata. Aneh,
wajah anak lelaki itu
tetap menunduk dan membiarkan diriku lewat begitu saja.
Bolehlah
sekarang aku lega, oh tidak.. belum... dia berjalan cepat,
mengikutiku. Kukayuh dengan kekuatan penuh untuk segera sampai
kerumah, atap rumah yang mulai terlihat menumbuhkan harapan yang
sedari tadi terbang entah kemana. Jika aku cepat dia akan berlari,
saat aku melambat, dia hanya akan berjalan.
Jarak
untuk mencapai rumah tinggal sebentar lagi, kegiatan menengok
kebelakang berulang-ulang memecahkan fokusku hingga tak sadar dengan
kondisi jalan yang licin.
Gedebukkk...
Kali
ini sepedaku tidak lagi mendarat di atas tubuhku, jelas karena aku
terpelanting. Hilang sudah semua harapanku, kembali ketakutan
menguasai, tapi anak lelaki itu terdiam tak mendekat untuk menolongku
atau melaksanakan entah apapun niatnya. Kuabaikan rasa nyeri
disekujur tubuh untuk kemudian kembali mengayuh sepeda penuh lumpur.
Dia berjalan lagi.
Kubanting
sepeda dipelataran rumah, menghambur kedalam dan memeluk ibu yang
sejak tadi menanti kepulanganku.
Anak
lelaki itu mendekati sepedaku, meletakkan ilalang di tempat awalnya
dan berlalu.
Siapa
dia?
Bersambung....
Ehm, ciieee ada penjaga misterius... hehehe
BalasHapusJadi ingat seseorang... atau sesuatu, nih saya... hmm
Jadi, siapa lelaki itu?
BalasHapusMencekam tp pnasaran..heuheu
BalasHapusSiapa dia?
BalasHapusIlalang...suka dengan latar itu.
BalasHapusini masalalu desu atau siapa?
BalasHapussiapa lelaki itu apakah aku ? hehe
BalasHapusPasti itu aa Gilang.
BalasHapusSi Aa. Mulai melayang dah.
BalasHapusSiapa kah gerangan sosok misterius itu?
*ikutan kepo