Hari
setelah itu...
Aku
masih suka bermain di padang ilalang di atas bukit bersama
teman-teman sepulang sekolah. Namun segera sebelum matahari meredup
seikat
ilalang telah tergenggam, pulang bersamaku.
Senja
menjadi pengingatku akan tragedi yang tidak menyenangkan, juga sosok
anak lelaki yang mengerti arti ilalang. Akan
berarti baik jika ia juga penyuka
ilalang,
mengajaknya bergabung dalam kelompok kami untuk bernyanyi diantara
ilalang, bercerita dan menulis segala mimpi dibalik
tingginya ilalang. Tak kan ada yang menganggu kami, hanya sinar
mentari penanda waktu yang menemani.
“Dek,
hari ini ikut Ibu ke panti asuhan yuk?”
“Mau
ngapain kita kesana, Bu?”
“Tadi
pagi pamanmu minta tolong ke Ibu untuk nganterin beberapa bingkisan
alat tulis ini.”
Mataku
mengikuti telunjuk Ibu yang mengarah ke pojok ruang tamu, setumpuk
tas kardus beraneka gambar telah tersusun rapi disana. Mataku
mengerjap, “Ibu, boleh minta satu?”
Senyum
mengembang di wajah teduh beliau, “Paman sudah menyiapkan khusus
untuk Alicia, kita akan mengantar ini baru setelah itu mampir ke
rumah paman.”
Aku
melonjak girang, memeluk ibu. Merasakan kasih sayang yang mengalir
menimbulkan rasa nyaman yang teramat.
Bersama
Pak Min, Ibu membawa bingkisan menuju panti asuhan. Tidak terlalu
banyak, mungkin hanya belasan saja sehingga semua bisa terangkut
dalam becak tua beliau. Sepeda mini dengan ilalang kering di
keranjang depannya membawaku mengikuti Ibu, menjaga agar jarak tidak
terlalu jauh. Aku menolak untuk ikut Ibu di dalam becak.
Sambutan
hangat dari Bunda Elin sangat meneduhkan, pantas saja anak-anak yang
berada di panti ini merasa tinggal di rumah sendiri. Jangan tanya aku
darimana mereka berasal atau kemana orang tua mereka, aku tidak tahu.
Mengelilingi
panti adalah hobi yang tak membosankan. Ibu masih berbincang dengan
Bunda Elin di ruang depan. Ilalang
yang kubawa rencananya memang akan kubagikan pula untuk teman-teman
panti. Mereka akan menerima apa pun dengan senyum gembira. Namun,
kudapati keranjang depan sepeda miniku kosong.
“Nyari
ini?”
Napasku
berhenti beberapa saat menyadari siapa yang berdiri di hadapanku.
Tangan
kananku ditarik lembut dan dipaksa untuk mengenggam seikat ilalang.
“Lain
kali, kasih sesuatu yang masih baik dan segar untuk orang-orang yang
kau sayangi.”
Aku
mengangguk, baru menyadari bahwa ilalang ini baru dipetik. Bukan
ilalang kering yang kubawa.
Hatiku
menari-nari saat kesimpulan dan keyakinan berujung pada satu hal,
anak laki-laki itu penyuka ilalang.
Dia
mengulurkan tangannya setelah mengibaskan sisa-sisa debu juga
mengelap di atas celana tanggung warna biru yang dikenakan untuk
memastikan bersih.
“Kenalkan
namaku Frans”
Bersambung....
Kenalin aku Lia..Gadis penyuka mawar#lohhh??😅😅😅
BalasHapusOh ... ternyata Frans to
BalasHapusoooohhh, frans yg diceritain dr kemarn tuh
BalasHapusoooohhh, frans yg diceritain dr kemarn tuh
BalasHapus