Aku
tidak akan percaya, sepenuhnya. Bu Hermin yang kelewat baik hati
bahkan menginjinkan Desuu untuk menggunakan lima menit sebelum
pelajaran berakhir untuk menyampaikan pengumuman yang katanya
dititipi oleh Kak Frans. Bisik-bisik gerombolan Aurora berandai bila
saat itu mereka yang ijin ke toilet, hedehhh. Jika pun mereka
melakukan itu, tidak akan seperti ini hasilnya. Kak Frans berbeda
begitu juga Desuu, mereka orang-orang yang tidak pada umumnya.
Sorot
mata Desuu bersinar hingga pulang sekolah, ini yang akhirnya
membuatku memutuskan untuk mengikuti Kak Frans. Terlalu lama jika
harus mengorek informasi dari yang lain, lebih cepat jika terjun
langsung.
Mataku
yang meredup seketika terbelalak saat Kak Frans berjalan menjauhi
gerbang sekolah. Apa?
Dia berjalan kaki? Baguslah itu berarti letak rumahnya tidak terlalu
jauh.
Terik
mentari terasa memanggang kulit, terlebih kami melewati jalanan tanpa
pepohonan. Jika seperti ini mudah sekali bagi Kak Frans untuk
mengetahui aksiku. Hingga memasuki sebuah ladang yang cukup teduh, ia
menghilang.
Celingukan
aku mencari sosok tersebut, perlahan menuju arah yang kuyakini.
Semak-semak belukar yang cukup tinggi ditambah beraneka pohon besar
mengharuskan waspada sebab ia bisa berada dimana saja.
Brukkk....
Tanah
ladang jelas tidak enak, jangan
pernah mencoba meski penasaran menghantui. Tunggu dulu bukankah tidak
ada akar pohon, batu atau apa pun yang membuatku terjerembab, lalu?
Tangan
kekar itu menarik kerah bajuku dengan paksa, menyandarkan tubuh lemah
ini pada batang pohon besar terdekat, salah tingkah akhirnya ketahuan
juga.
“Aku
hanya berbaik hati untuk tidak mematahkan pergelangan bocah kecil
itu, tapi sekarang rupanya ada jagoan yang ingin membalas perlakuanku
padanya.”
Tuh,
benarkan. Jika Kak Frans bisa melukai Desuu kenapa matanya
memancarkan kebahagian setelah kejadian tersebut? Mereka ada hubungan
apa sih?
Plaakkk...
Ini
kali pertama aku ditampar, perih juga ternyata. Jangan suka menampar
orang ya kawan.
Oke,
sekarang aku mulai kehabisan oksigen, cengkraman Kak Frans menguat.
Baru sadar bahwa sejak tadi aku tak menggubris kata-katanya. Jadi
sebelum nyawa melayang sia-sia, sekuat tenaga aku bertanya.
“Kak
Frans rumahnya mana?”
Kak
Frans membuang muka, mendengus kesal lalu melemparkan tubuh ringanku
ke arah semak. Tenang saja tidak membuat cidera hanya goresan ringan
dari pohon berduri sekitar.
Tak
ada niatan untuk mengejarnya meski postur gagah itu masih jelas
terlihat.
Kelemahan
Kak Frans sudah tergenggam.
Bersambung...
Bersambung...
Oh kak Frans ... kena juga kau
BalasHapusFrans jahat nian deh
BalasHapuskenapa ngikutin kak frans
BalasHapusKenapa dihajar ama ka frans?
BalasHapusSiapa pun pasti tidak suka diikuti. Jelas aja frans marah.
BalasHapusbaru tau kalo tantangannya buat cerita bersambung
BalasHapus