Suasana
di ruang tamu senyap..
sesekali terdengar lenguhan dari mulut-mulut dengan bau alkohol
menyengat. Beberapa tubuh tumpang tindih di atas sofa, kaki berada di
wajah yang lain, tangan menjulur tanggung menyentuh tanah. Di lantai
berserak tubuh lain juga, mereka tak seutuhnya terlelap, melayang
begitu mereka mendiskripsikan kondisinya saat ini jika ditanya.
Meja
tamu yang berbentuk lingkaran sempurna dengan diameter 70 cm tak
lagi berdiri sebagaimana mestinya, kaki penyangganya terbalik menjadi
di atas, sekelilingnya penuh dengan botol-botol kosong
bergelimpangan. Cipratan
air haram tercecer dimana-mana, bau tak sedap mengudara memenuhi ruangan
yang sebenarnya cukup luas tersebut.
Gubrak....
Pintu
rumah di dobrak paksa oleh beberapa warga
yang mulai curiga dengan kegiatan lepas tengah malam di rumah ini,
diikuti beberapa petugas polisi yang mendapat keluhan.
Tak
berkutik, jelas
kesadaran mereka terbang entah kemana. Dengan mudah petugas
menggelandang mereka menaiki mobil polisi dengan tangan sudah
terborgol.
“Berapa
totalnya, Cal?”
“Mungkin
belasan kak, aku sulit menghitung pastinya.”
Desuu
membisu di balik pepohonan yang melindungi mereka dari pandangan
orang lain. Ia tak menggubris Ical dan Kira yang sibuk sendiri,
hingga Ical menangkap sosok Kak Frans yang juga terlihat limbung di
antara yang lainnya, ada perih di ulu hatinya.
Desuu
melangkah meninggalkan kerumunan warga yang asyik menjadi penonton,
Ical masih terpaku menatap tajam punggung Kak Frans.
“Aku
anter kamu pulang,” tawar Kira. Desuu hanya mengangguk lemah.
Penggerebekan
ini sudah diatur oleh Desuu, informasi terpercaya ia dapatkan dari
Ical yang sering mencuri dengar saat gerombolan tersebut berbicara
ngawur
di balik kebun jati yang ia rawat. Malam ini, yang disebut ayah oleh
Kak Frans mengadakan pesta karena mereka telah berhasil membobol
mesin ATM di kota.
Kira
diajaknya agar jelas semua, tak ada lagi yang akan ia tutup-tutupi.
Semua sudah usai termasuk kesempatannya berada di desa ini. Harapan
tentang janji Kak Frans bahwa semua akan baik-baik saja menguap
sudah. Bagaimana ia bisa percaya kapas putih akan tetap bersih jika
berada dalam kobaran api?
“Desuu...
apa kau baik-baik saja?”
Sekali
lagi yang ditanya hanya mengangguk, pasrah.
Tenang saja Desuu, esok
saat matahari menyinari dunia entah bagaimanapun caranya akan kuhapus
mendung di hatimu.
Sungguh
Kira tak tahu bahwa esok, hatinya yang akan diselimuti mendung.
Bersambung...
Posting Komentar
Posting Komentar