Ahh kawan kau sudah kenal aku bukan, melanggar aturan adalah hobiku, jadilah sore ini aku menikmati seduhan teh hangat di teras rumahnya.
"Ci, marahnya betah amat sih"
Dia hanya tersenyum, naas tidak menatapku.
Kubiarkan waktu berlalu begitu saja. Tak peduli jarum jam melaju dengan cepatnya. Aku sudah kehilangan kata-kata, jika kuteruskan celotehanku bisa jadi ini malah membuat dia semakin marah padaku.
Sinar mentari sudah tak lagi membara, semilir angin yang mengusik ketenangan rambut-rambut cepakku seolah berbisik untuk undur diri saja. Mungkin masih butuh waktu lebih lama agar marahnya mereda.
"Ka... "
Napasku tercekat kala kudengar lirih suaranya, takut itu hanya mimpi semata.
"Besok kalau kita main, jangan lebih malam dari jam 10 untuk tiba di rumah"
Aku masih terdiam. Ku tunggu dia melanjutkan kata-katanya.
"Aku udah ga marah kok sama kamu"
"Kan kemarin sudah ijin ibu, Ci"
Senyum mulai menghiasi bibirnya, ada rasa damai melihat perubahan sikapnya itu.
"Ibu itu sudah tua, Ka. Bisa apa dia selain mengijinkan mu, itu pun karena ia percaya padamu. Tubuhnya sudah renta, akan mudah mengantuk kala senja menyapa, namun sulit terlelap saat malam sudah larut dan beliau tak akan terpejam bila anak gadisnya belum ada di dalam rumah"
Kurasakan tubuhku bergetar, inilah sesuatu yang tersirat dari sorot matanya. Satu hal lagi yang menunjukkan bahwa aku begitu cuek dengan lingkungan sekitarku. Tiba-tiba aku memikirkan satu hal.
"Ci.. Aku tahu caranya membuat ibu mu tenang sekarang"
"Apa?"
"Segera akan kuminta kau pada orang tua mu"
Gadis itu menutup mulutnya dengan telapak tangannya, kudengar ia berusaha menyelesaikan cekikik-annya sebelum berujar, "Ka, selesaikan dulu skripsimu".
Sial.
Posting Komentar
Posting Komentar