Kepalaku sudah
berdenyut, melewati semalam di atas gerbong kereta jakarta-jogja
ditengah malam ternyata mengurangi kualitas istirahat ku. Jarum jam
sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, mentari sudah terik dengan kilau
sinar putihnya. Harus segera bergegas karena satu jam dari sekarang
aku harus sudah berada di belakang meja kerjaku dengan setumpuk
berkas yang tertunda dua hari kerja.
Perutku sudah
keroncongan karena melewati pagi tanpa menyempatkan diri untuk
menyantap sarapan pagi. Tak kupedulikan. Aku butuh bertemu dengan bus
sesegera mungkin. Heran sih, di area stasiun yang cukup besar di kota
gudeg ini tidak mudah menemukan angkutan umum dengan segera. Heemmm,
kebijakan pemerintah mungkin, memberikan lahan untuk para tukan ojek,
becak maupun taksi untuk mengais rejeki.
Sayangnya aku sedang
tak bermain-main dengan waktu, jika tidak diharuskan maka akan ku
dekati bapak tua yang terduduk diam di dalam becaknya
disampingpenjual es, wajahnya terlihat lelah namun seketika berubah
ramah kala melihat orang-orang dengan tetengannya berjalan
mendekatinya yang kebanyakan hanya melewatinya. Mengelilingi kota
jogja di pagi hari pastilah sangat menentramkan.
Aku berjalan menjauh
dari stasiun mendekati jalan raya dan berharap berpapasan dengan bus
antar kota. Nihil. Dari informasi yang kudapatkan tak mungkin ada bus
melewati jalan ini. Ku pikir daripada balik kembali ke stasiun aku
memutuskan berjalan kaki menuju arah kanan, seiring langkahku dengan
doa semoga ke arah yang benar.
Yuhuuu..... tak ada
gunanya mengumpat kebodohan diri sendiri, setidaknya sekarang aku di
dalam trans jogja dengan aroma pewangi ruangan yang berkolaborasi
dengan dinginnya AC, setidaknya menenangkan otakku juga lelah kakiku
yang kupaksa berjalan sejauh 4 km.
Aku duduk dekat pak
sopir yang sedang bekerja (mirip pak kusir yaa, hhee) tak ada
penghalang sehingga dengan jelas bisa kudengar beliau yang sesekali
bercengkrama dengan mas kernet. Dan kalian tahu apa yang membuat
mereka tertawa pagi ini ??
Traffic light
berwarna merah dan mengharuskan pak sopir untuk menghentikan
kendaraan besinya. Di depan kami terdapat beberapa pengendara sepeda
bermotor.
“Cobo betek-en,
ngarepan kae bapak-bapak opo ibu-ibu?”
“Ibu-ibu ...”
“Tenane?”
“Hiyo”
“Kae reteng nganan
yo, ngko menggoke ngendi?”
Percakapan yang
membuatku melek dan mengulum senyum, tahulah kalian fenomena semacam
ini.
Dan aku akirnya
tertawa sendiri kala menyadari, bukankah aku juga calon ibu-ibu ??
Itu mang udah melegenda banget mbak..😅😅😅
BalasHapusiya legenda nyata..
BalasHapus